Banyak Pihak Minta Kemendikbud Hapus Sistem Zonasi

136

When Calo is not only happening in concerts….

But anak masuk sekolah as well.
Pada trauma yah kalau denger kata calo tuh hiks *Hello Chris Martin ::(((. Tapi ya gitu, guys. Jobdesc calo ternyata nggak cukup sampai urusan war tiket konser aja, penerimaan Peserta Didik Baru lewat sistem zonasi juga ternyata dijadiin lahan basah sama calo. Yep, ini juga yang heboh diomongin ayah bunda seluruh Indonesia beberapa waktu terakhir, guys. Sampai-sampai banyak pihak yang mendesak Kemendikbud supaya sistem zonasi ini dihapuskan.

Hold on, I need some background. 
You got it. Jadi in case you’re not following, hari Senin tanggal 17 kemaren tuh kan mostly jadi hari pertama anak masuk sekolah kan. Anak-anak yang baru masuk SD, SMP, dan SMA sederajat juga menjalani hari pertama mereka tuh di sekolah barunya. Nah yang mau kita bahas ini adalah what’s happening sebelum anak-anak ini akhirnya masuk sekolah. Iya, kita mau bahas apa yang terjadi selama proses Penerimaan Peserta Didik Baru aka PPDB di mana banyak pihak menyebut bahwa sistemnya tuh bikin pusing tujuh keliling.

Emang gimana sistemnya? 
Now everybody meetsistem zonasi. Pertama kali diterapkan di tahun 2017 lalu, objective dari sistem zonasi ini adalah untuk pemerataan kualitas pendidikan as a whole. Waktu itu, disampaikan langsung oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, sistem zonasi ini diterapkan biar nggak ada lagi tuh istilah ‘kasta’ dalam sistem pendidikan. Hence dulu sampai ada label ‘sekolah favorit’ kan? Mindset kayak gini harus dihilangkan ceunah, karena akses ke pendidikan berkualitas yha harus dibangun dan diterapkan secara merata.

I am reading….
As the the the time goes by, sistem zonasi ini kemudian terus mengalami perubahan sampai era Mendikbud Nadiem Makarim sekarang, guys. Yang terbaru, aturan terkait sistem zonasi legit diatur dalam Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 tentang PPDB pada TK, SD, SMP, SMA, dan SMK. Kita bahas satu-satu aturannya di sini yah. Jadi sesuai namanya, sistem zonasi ini memberi kesempatan kepada anak-anak yang tempat tinggalnya ada di wilayah zonasi yang sama dengan satu sekolah supaya bisa sekolahnya di situ aja, guys. Gampangnya ya… Jadi sekolahnya deket rumah gitu.

I’m not following… 
Gini gini. Contoh, kamu orang Jakarta, KK-mu legit alamat Jakarta, anakmu sekolah juga di Jakarta, dan tahun ini mau masuk SMP. Nah nggak jauh dari rumah kamu tinggal tuh ada SMP negeri. Besar kemungkinan anakmu itu bakal diprioritaskan masuk ke sekolah itu lewat sistem zonasi, guys. Karena tempat tinggalmu ada dalam satu wilayah zonasi yang sama dengan sekolah. Yep, hal itu legit diatur dalam Pasal 17-Pasal 20 Permendikbud 1/2021 tadi. Kuotanya banyak pula, kalau SD tuh disebut 70%, terus SMP dan SMA 50% dari daya tampung sekolah.

Yang nentuin wilayah zonasi siapa? 
Good question. Yang nentuin pemerintah daerah, guys. Adapun dalam Pasal 20, disebutkan bahwa penentuan wilayah zonasi tuh harus memperhatikan sebaran sekolah, data sebaran domisili calon peserta didik, serta kapasitas daya tampung sekolah yang disesuaikan sama ketersediaan jumlah anak usia sekolah di setiap jenjang di daerah tersebut. Misal, di wilayah zonasi A anak masuk SMP jumlahnya 100, di zonasi B jumlahnya 200. Nah daya tampung sekolah buat dua zonasi ini bisa beda-beda, gengs.

I see….
Tapi little did they know, sistem zonasi tuh dinilai menimbulkan masalah di kemudian hari. Yep, terjadi banyak indikasi kecurangan PPDB lewat sistem ini. Jadi saking pengennya anaknya masuk ke sekolah tertentu, ada ayah bunda yang malsuin Kartu Keluarga, ngakalin domisili, dll. Dan yang harus kamu tahu adalah, hal ini udah terjadi selama beberapa tahun terakhir, dan terjadi juga tahun ini. Tahun ini bahkan lebih parah. Kayak yang terjadi di Bogor, Jawa Barat misalnya, di mana banyak yang pakai jasa calo buat masuk ke sekolah tertentu.


WHATTT??
Udah kayak konser aja…Yep. Dikonfirmasi oleh Wali Kota Bogor, Bima Arya, PPDB di Bogor tuh ngacak-ngacak sistem zonasi di mana mereka masukin siswa di luar wilayah zonasi yang udah ditentukan, guys. Nggak cuma itu, Kang Bima juga menyebut tuh calo bantu malsuin KK dan nge-update KK nggak sesuai domisili. Tinggalnya di mana tapi KK-nya alamat deket sekolah gitu. Jadi kayak alamat palsu gitu.

Ayu Ting Ting loeee? 
The thing is, update KK di area deket sekolah tuh nggak sepenuhnya salah juga, guys. Yep, secara hukum kan nggak ada yang melarang yah orang mau pindah, jadi sah-sah aja. Selain itu, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil juga nggak bisa menolak ngeluarin KK dengan alamat palsu karena hal itu menyangkut layanan administrasi negara rite? Tapi yha tujuannya itu lo, pindah untuk kepentingan anak masuk sekolah tuh tetap masuk kategori curang, gengs. Di Bandar Lampung kejadian tuh, banyak yang KK-nya berubah dan pindah alamat di area deket sekolah favorit biar bisa masuk jalur zonasi.
Advertisement

1001 cara yahh….
Iya kaaaan…  Nah dikonfirmasi oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lampung, Sulpakar, terdapat banyak perubahan data Kartu Keluarga every time menjelang PPDB di sekitaran SMA Negeri 2 Bandar Lampung. Udah rahasia umum, katanya. That being said, pihaknya mendesak Disdukcapil buat spill secara transparan berapa banyak yang udah melakukan perubahan data. Biar bisa jadi peringatan untuk nggak berbuat curang dan kasih kesempatan ke yang beneran tinggal deket situ dari awal.

This is concerning….
Banget. Makanya banyak pihak mendesak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk do something about this, terutama terkait aturan sistem zonasi. Bahkan, kalau dari pov masyarakat nih, masyarakat banyak menuntut Mendikbud Ristek Nadiem Anwar Makarim supaya menghapus kebijakan ini. Pokoknya kalau kamu stalk tuh IG-nya Mas Menteri, kolom komennya penuh sama curhatan orang-orang yang anak, adik, dan keponakannya yang dirugikan sama sistem zonasi ini, guys.

Hmmmm….
But for now let’s hear it from teacher’s pov deh ya. Menurut pengamat pendidikan dan founder Ikatan Guru Indonesia (IGI) Satria Dharma, sistem zonasi tuh sebenernya bagus, but could be better, toh tujuannya baik juga buat pemerataan akses dan mutu pendidikan. Biar anak-anak yang pinter nggak pada ngumpul di satu sekolah kan. Lebih jauh, kalau ada yang curang yha pemerintah daerah yang kudu bisa cari titik kelemahannya di mana. Yep, jadi kayak dicari tahu di mana nih salahnya, jadi bisa tahu memperbaikinya gimana.

Okay….
Terus soal Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 tadi, Perhimpunan Pendidikan dan Guru aka P2G mendesak Kemendikbud Ristek untuk mengevaluasi PPDB yang ada sekarang, termasuk peraturannya, biar tujuan awal sistem zonasi tadi bisa back on track. Karena menurut pihak P2G, sistem zonasi ini at least menimbulkan lima masalah: Mulai dari migrasi domisili, praktik pungli, anak keluarga nggak mampu jadi nggak bisa sekolah negeri, sampai sekolah yang kelebihan atau kekurangan calon peserta didik.

I believe Kemendikbud Ristek has a say….
Of course. Dikonfirmasi oleh Inspektur Jenderal Kemendikbud Ristek, Chatarina Muliana Girsang, PPDB tahun ini tuh emang masih lemah di sosialisasi dan pengawasan tingkat daerah, guysIn that sense, Kemendikbud Ristek minta pemerintah daerah supaya lebih kuatin lagi sosialisasinya, terus juga memperketat pengawasan. Contoh, buat PPDB SMA, yha dari kelas 9 SMP udah dikasih sosialisasi tuh ke orang tua dan murid, jadi bisa tercerahkan, kata Mbak Chatarina gitu.


Udah gitu doang? 
Nah ini yang kemaren dibahas oleh Kemendikbud Ristek dan Komisi X DPR RI, guys. Iya, drama PPDB tahun ini kan juga ke-notice sama DPR RI yah, di mana minggu lalu Sekjen Kemendikbud Ristek, Bu Suharti mengikuti rapat dengar pendapat sama Komisi X. Di situ Komisi X menuntut supaya Permendikbud 1/2021 direvisi dan pemerintah juga diminta untuk memperbanyak kuota siswa buat jalur prestasi. Jadi nggak diberatkan ke jalur zonasi dan end up bikin banyak kecurangan. Sampai berita ini ditulis, Kemendikbud Ristek sih masih terus menampung semua masukan. Let’s see what they’re gonna do, yah.

Got it. Now wrap it up…
Jadi ya gitu deh, guys, drama anak masuk sekolah. Gituuu terus. Mulai dari sistem zonasi, sampai yang nggak pernah ketinggalan, jual beli kursi. Hal ini yang kecium terjadi di Banten. Yep, Ombudsman RI Perwakilan Banten, Fadhil Afriadi menyebut jual beli sekolah tuh masih banyak terjadi, khususnya di level SMA. Pak Fadhil menyebut, dengan orang tua bayar 5-8 juta rupiah, anak-anak mereka bisa masuk ke sekolah yang diinginkan deh. Makanya Pak Fadhil minta supaya pihak sekolah dan Dinas Pendidikan tuh kudu konsisten untuk stick sama integritasnya, guys. Intinya mah jujur ya. Tapi kalau di Negeri Wakanda mah hmmmm….
Advertisement