Unjuk Rasa RUU Kesehatan

177

When the government strikes again….

This time, with RUU Kesehatan.
Yep, nggak ada habisnya deh kalau ngomongin pemerintah Indonesia dan segala kebijakan, aturan, atau ‘Calon aturan’-nya yang bikin geleng-geleng kepala dan bertanya-tanya sendiri, “Sorry maksudnya gimana?” Nah kali ini, kita mau ngomongin soal calon aturan untuk para tenaga kesehatan yang sekarang lagi dibahas di DPR dan of course, mengundang banyak kontroversi bahkan masyarakat sampai unjuk rasa gara-gara ini. So everybody meet: RUU Kesehatan.

Background pls. 
You got it. Jadi setelah UU Cipta Kerja Omnibus Law disahkan pemerintah tahun lalu, sekarang adeknya UU Cipta Kerja lagi dikerjain nih sama pemerintah dalam suatu Rancangan Undang-Undang aka RUU, guys. Yep, nggak kayak UU Cipta Kerja yang mencakup berbagai kalangan pekerja di berbagai industri, RUU yang lagi dikerjain sekarang ini cuma berfokus buat tenaga kerja di satu industri aja, which is industri kesehatan. Jadi kalau kamu atau pacarmu berprofesi sebagai tenaga kesehatan mau itu dokter, perawat, apoteker, bidan, dll, semuanya akan diatur dalam RUU ini.

Okay….
Disampaikan langsung oleh Juru Bicara Kementerian Kesehatan, dr. Mohammad Syahril, RUU Kesehatan ini dibuat supaya negara bisa kasih tambahan perlindungan hukum buat dokter, perawat, bidan, dan tenaga kesehatan lainnya waktu melakukan tugasnya melayani masyarakat. In his words, dr. Syahril bilang, “Pasal-pasal perlindungan hukum ditujukan agar jika ada sengketa hukum, para tenaga kesehatan tidak langsung berurusan dengan aparat penegak hukum sebelum adanya penyelesaian di luar pengadilan, termasuk melalui sidang etik dan disiplin,” katanya gitu.

Sounds good, no? 
Nah tapi target peraturan ini alias para tenaga kesehatan themselves ngeliat RUU ini justru bertolak belakang sama klaimnya dr. Syahril, guys. Iya, mereka ngeliatnya RUU Kesehatan justru merugikan tenaga kesehatan, kayak nggak ada jaminan hukum, dan perlindungan buat tenaga kesehatan juga terancam dihilangkan. Lebih jauh, kalau RUU Kesehatan disahkan, maka dinilai bakalan bentrok sama UU profesi medis yang sebelumnya udah ada kayak UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, UU Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, dan UU Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan.

I’m not following….
Gampangnya, beberapa pasal dalam RUU Kesehatan ini kontroversial banget. Kayak klaim pemerintah yang mau kasih tambahan perlindungan hukum, tapi ketika dibaca lagi di Pasal 283, tetep ada peluang dokter mengalami tuntutan berlapis kayak ganti rugi, sampai tuntutan pidana dan perdata dan led to defensive medicine, di mana kalo kaya gini bukan cuma dokternya kan yang rugi, tapi pasiennya juga. Secara, kualitas pelayanan juga bakalan menurun kan kalau dokternya lagi berproses dalam ranah hukum.

Terus terus? 
Nggak cuma itu, lewat RUU Kesehatan ini, para tenaga kesehatan tuh terancam dikriminalisasi, gengs. Iya, secara dalam Pasal 462 RUU ini, dituliskan “Tenaga kesehatan bisa dipidana jika melakukan kelalaian,” di mana termasuk dalam unsur pidana dan terancam 3-5 tahun penjara. In that sense, hal ini diliatnya malah bikin tenaga kesehatan takut waktu lagi nanganin pasien. Selain itu, peran organisasi profesi kesehatan kayak IDI kalau dokter, PPNI buat perawat, IAI buat Apoteker, IBI buat Bidan, dan PDGI kalau dokter gigi yang buat pengawasan, pembinaan, penerbitan rekomendasi dan surat tanda registrasi aka STR juga terancam dihapuskan. Makanya banyak yang menganggap UU Kesehatan ini blunder banget lah.

Se-blunder itu emang?
Well kalau diliat dari dekat sih ada juga plus-nya, guys
Advertisement
. Sekretaris Umum Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia, Erfen Gustiawan Suwangto bilangnya RUU Kesehatan ini justru bakal memudahkan masyarakat buat berobat. Selain itu, dokter umum yang mau lanjut ke spesialis juga jadi lebih mudah dengan ngajakin universitas buat kerja sama. Yes, bukan univ yang ngajakin kerjasama dengan RS, tapi ini kebalikannya. Speaking of spesialis, dokter spesialis di RUU ini juga udah bisa jadi dosen, gengs. Beda sama sekarang di mana kudu jadi Sp. (K) alias konsulen dulu baru jadi dosen. Tapi ya gitu, di tengah berbagai benefits ini, kerugiannya dinilai emang lebih banyak.


Terus gimana dong? 
Makanya, kemarin banget nih, ribuan tenaga kesehatan yang tergabung dari lima organisasi profesi tadi which is IDI, PPNI, IBI, IAI, dan PDGI, bahkan mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Kementerian Kesehatan. Disampaikan langsung oleh Ketua IDI, Adib Khumaidi, RUU Kesehatan tuh belum mencerminkan kebutuhan dari permasalahan kesehatan di Indonesia. Terus kata dia, jika UU ini disahkan maka diprediksi nggak bakalan jadi jawaban dan nggak bakalan juga menyelesaikan masalah kesehatan yang ada di Indonesia.

Okay….
Masih dari keterangan dr. Adib, perancangan RUU Kesehatan ini tuh kayak diburu-buru banget, gengs. Jadi kayak, “Apa yang dikejar sih, Pak? Bu?” Lebih jauh, the fact that IDI udah kasih aspirasi tapi nggak dihiraukan sama sekali sama pemerintah dalam pembahasan RUU ini akhirnya bikin mereka marah juga, guys. Secara, orang-orang yang unjuk rasa kemaren tuh kan orang-orang yang kerjanya di lapangan yah. Jadi mereka tau betul kondisi kesehatan di Indonesia kayak apa. Lah sampai begini kejadiannya, yha berarti ada yang nggak beres dong. Makanya, kelompok yang ikut unjuk rasa itu menuntut pemerintah supaya benerin dulu layanan kesehatan, baru ngurusin undang-undang. That being said, mereka maunya tunda dulu pembahasan RUU Kesehatan ini.

Eh tapi pasien gimana? 
Worry not worry, guys. Meskipun ribuan dokter dan tenaga kesehatan lainnya kemaren unjuk rasa turun ke jalan, Dokter Adib bilangnya aksi ini udah direncanakan sebelumnya jadi layanan kesehatan juga tetap bisa jalan. Tetap ada kok nakes yang jaga di IGD, di ICU, operasi juga tetap jalan. In his words, Dokter Adib bilangnya, “Kami tetap menjalin koordinasi seluruhnya di seluruh wilayah. Apa ada pasien terbengkalai atau tidak, kami juga komunikasi dengan direktur di seluruh daerah yang kemudian menyatakan bahwa pelayanan tetap terjaga.”

Bagus deh. Now wrap it up…
Nah yang harus kamu tahu adalah, kalau sampai tuntutan para tenaga kesehatan untuk menunda pembahasan RUU Kesehatan ini nggak dipenuhi, unjuk rasa kemaren nggak bakal jadi yang pertama. Mereka ngancam bakal melakukan aksi mogok nasional di 14 Mei mendatang, guys. Selain itu, tenaga kesehatan ini kasih tenggat waktu ke Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin selama 20 hari untuk mengabulkan tuntutan mereka. Dan kalau sampai 20 hari itu nggak ada perkembangan juga, ya udah either unjuk rasa atau mogok nasional 2.0 yang bakal tenaga kesehatan ini lakukan, gengs.
Advertisement