Soimah VS Petugas Pajak

211

Now, let’s get you up to speed on: Soimah VS Petugas Pajak…

Sampai dibilang debt collector,

Yoi, guys. Drama di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan nggak kelar-kelar nih. Iya, belum selesai sama kasusnya Rafael dan dugaan transaksi janggal seniilai Rp349 Triliun, kali ini rame lagi blunder DJP terkait pengakuan seniman tanah air, Soimah Pancawati yang dapat perlakuan nggak mengenakkan dari para petugas pajak itu. Yep, Soimah mengakui bahwa ada petugas pajak yang masuk ke rumahnya tanpa permisi, stay di rumah seharian, bahkan sampai bawa debt collector segala seolah dia tuh pencuri atau koruptor gitu. Makanya dari sini Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati pun buka suara deh.


Wait
, ini Soimah yang sering di TV itu kan? 
Iya, Soimah yang itu, Good for you yang sampai sekarang masih nontonin TV (dan baca email kita *Uhuk*). Karena kalau kamu masih sering nonton TV, kamu pasti udah nggak asing sama satu artis yang sering banget muncul, Soimah Pancawati. Soimah ini asli Pati, Jawa Tengah, domisili di Jogja, dan hijrah kerja ke Jakarta. Nah, dengan pemasukannya sebagai artis tanah air, so Direktorat Jenderal Pajak be like, “Punten mbakyu…”

Gimana gimana?
Iya. Dalam pengakuannya yang diunggah di satu podcast di YouTube, Soimah curhat bahwa dia emang punya pengalaman nggak enak sama petugas pajak, guys. Yep, dari 2015, rumah Soimah yang ada di Yogyakarta tiba-tiba didatangi petugas pajak tanpa permisi seolah-olah dia punya aset fantastis dan mau melarikan diri. Well, stereotip ini sendiri muncul gara gara gimmick doi di TV yang sering banget keliatan sombong angkuh dan kaya gitu, jadi orang-orang pajak ngeliatnya itu beneran. Makanya sampai didatengin tuh rumah “Hayooo mau kemana? Udah bayar pajak belum?” :)))))

Lah….
Saking bagusnya kali ye akting Soimah wkwkwk. Nggak cuma itu, petugas pajak itu juga datang lagi dan nanyain soal rumah yang dia beli seharga Rp430 juta, gengs. Nah ternyata setelah dicek, petugas tuh nggak percaya itu rumah dibeli ‘Cuma’ 430 juta secara menurut mereka itu rumah harusnya harganya 650 juta. Dalam keterangannya, Soimah bilang petugas pajak bilangnya gini: “Masa seorang Soimah beli rumah harga 430 juta?” In that sense, petugas pajak itu ngiranya Soimah menurunkan Nilai Jual Objek Pajak aka NJOP rumah itu, guys. Bingung nggak tuh? Ya Soimah juga bingung, “Emang ada standarnya saya harus beli rumah harga berapa? Dikira semua yang di Jogja tuh segunung-gunung selaut-laut tuh punya saya.” Again, yha gara-gara gimmick Soimah di TV tadi :))))

Bapak ngerti nggak sih itu becandaan doang….
Hehehe ya gitu deh, gengs. Pokoknya bitter banget deh hubungan Soimah sama petugas pajak tuh. Lebih jauh, Soimah juga cerita itu petugas pernah datang ke pendopo yang dia bangun di Jogja, sibuk ngukur di sana dari jam 10 pagi sampai 5 sore, “Udah kayak tukang,” katanya. Terus, dari pendopo itu, petugas pajak kemudian bikin appraisal bahwa itu pendop senilai Rp5 miliar. Dibales sama dia, “Lah ini tuh masih dibangun. Saya aja belum tau ini totalnya berapa, wong belum rampung total,” katanya gitu. Toh kalau emang harganya 5M, “Ya udah ntar coba saya jual lagi deh. Duitnya buat bayar pajak,” katanya gitu.

Kesel banget kayaknya…
Indeed. Adapun puncak kekesalan Mak’e Soimah tuh ada di kejadian bulan lalu, gengs. Yep, sampai bulan Maret kemarin, petugas pajak tuh masih terusss aja datangin rumah Soimah di Yogyakarta, sampai bawa debt collector,
Advertisement
 dan diteror supaya bayar pajak dengan bahasa yang nggak manusiawi kalau kata Soimah. While in fact, Soimah ngeklaim dia selalu taat bayar pajak dan lapor pajak. Tapi sampai dituduh menghindar mulu karena nggak pernah ada di rumah. Yha padahal kan emang situasinya doi kerja di Jakarta, gitu. Jadi seolah-olah Soimah tuh posisinya kayak pencuri atau koruptor. That being said, pesinden ini pun akhirnya bilang gini, “Yaudah monggo periksa aja harta-harta saya  biar nggak dikira pencucian uang.”

I believe 
Kementerian Keuangan has a say…
.
Of course. Dari sini Kementerian Keuangan kan akhirnya mengumpulkan segala bukti yang dihimpun dari ingatan, catatan, dan  adminstrasi Kantor Pajak. Dikonfirmasi langsung oleh Jubir Kementerian Keuangan, Yustinus Prastowo, Soimah emang benar nggak punya utang pajak dan belum pernah diperiksa di kantor pajak even dari tahun 2015, guys. Jadi di sini clear yah. Nah soal rumah yang katanya harganya kerendahan, dari harga pasar 650 juta jadi 430 juta aja, Pak Yustinus bilangnya yang ngeyel nggak percaya tuh bukan petugas pajak, guys, tapi petugas dari Badan Pertanahan Nasional di bawah pemerintah daerah setempat. Kantor pajak yha tinggal validasi, katanya gitu. Pun pengecekan lapangan kayak gitu tuh emang kegiatan rutin yang emang dilakukan untuk make sure nilai yang dipakai udah sesuai sama ketentuan, in this case, yha harga pasar yang sebenarnya.


HEMMM.. Terus terus?
Masih dari keterangan Pak Yustinus, soal pendopo yang diukur seharian itu, again dia bilangnya itu emang kegiatan normal dan udah based on surat tugas, melibatkan penilai profesional, detail, lama, dan nggak asal-asalan, guys. Secara based on peraturan undang-undang, rumah yang dibangun tanpa kontraktor dengan luas lebih dari 200 meter persegi kayak pendoponya Soimah ini dikenakan PPN 2% dari total pengeluarannya, gengs. Jadi kalau dari klaim petugas ajaknya itu pengeluaran 50M, itung aja PPN yang harus dibayarkan jadi berapa.

….
At the end nilai bangunan pendopo Soimah tuh cuma 4,7 M aja, nggak sampai 50 M kayak yang di awal. Terus dari sini, rekomendasi pajak yang harusnya keluar dari KPP juga belum ada tindak lanjutnya, guys. Maka utang PPN senilai 2% dari 4,7 M itu juga belum ditagih dan belum dibayar sama Soimah. Makanya ini yang bakalan dikerjain dan kemudian ditindalanjuti deh.

Okay. Anything else I should know? 
Btw, curhatan Soimah ini akhirnya sampai ke Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, gengs. Bu Ani, dalam unggahannya di IG juga bilang kalau saat ini beliau udah minta Direktorat Jenderal Pajak melakukan penelitan yang mendalam terhadap case-nya Soimah. Nggak cuma itu, Bu Ani juga bilang pihaknya commit bakal terus melakukan perbaikan pelayanan, dan “Terima kasih atas masukan dan kritikan yang konstruktif. Untuk Indonesia yang lebih baik!” katanya gitu.
Advertisement