Film Dokumenter ‘Dirty Vote’ Rilis di Masa Tenang Pemilu 2024, Jokowi Dilaporkan HRWG Indonesia, Aksi Protes Mahasiswa Yogyakarta, Raja Charles III Muncul di Hadapan Publik

43

Wake up

It’s H-1 before the voting day and this is the last email we can convince you to: VOTE. Vote early, make sure your vote counts, and let’s outvote the bad guy. Yes, even Hitler was democratically elected. So, just be very careful who you vote for. May God help us all.

Now, here’s your 360º update on Dirty Vote….

(DISCLAIMER: Spoiler alert! Also, we’ve TRIED to include everything but all the information is just sooo mindboggling and overwhelming, so in case you want the full picture, always-refer-to the full version, here. We’re doing our best with the recap, thx everyone.)
 
Now, let’s recap everything.
In case you’re not connected to internet dua hari ke belakang, kamu mungkin ke-skip bahwa dua harian ini, netizen seluruh Indonesia tuh rame banget ngomongin satu dokumenter yang baru aja rilis di masa tenang Pemilu 2024 ini. Yep, it’s called “Dirty Vote. Kamu udah nonton? Kalau belum, buruan nonton sebelum ke-take do… Eh, maksudnya, biar dapet perspektif sebelum nyoblos besok, guysBut for now, let’s talk about it ya. Shall we?

Yes yes,
 itu film tentang ape sik?
Well, in a nutshell, film itu menampilkan tiga pakar hukum tata negara, yakni Feri Amsari, Bivitri Susanti, dan Zainal Arifin Mochtar. Selama hampir dua jam tuh durasi filmnya, mereka bertiga fokus membongkar apa aja dugaan mastermind untuk melakukan kecurangan pada Pemilu 2024 ini, guys. Banyak temuannya, mulai dari ambisi Pilpres satu putaran, Pj Kepala Daerah yang problematic, KPU dan Bawaslu sebagai lembaga yang berwenang di Pemilu tapi turns out juga problematic, Presiden dan menteri-menterinya yang menyalahgunakan wewenang, sampai.. yang paling epic, soal Putusan MK dan hubungannya dengan Cawapres Nomor urut 02, Gibran Rakabuming Raka.

HMMM sepertinya w sudah khatam masalah-masalah ini….
We know rite. Kalau kamu pembaca setia di kita mah, masalah-masalah ini pastinya udah nggak asing, guys. Tapi coba liat timing-nya deh. Dirty Vote ini, dirilis tepat di saat masa tenang ya. Iya, disampaikan oleh sutradara Dirty Vote, Dandhy Dwi Laksono namanya, film ini emang sengaja dirilisnya sekarang, di masa-masa krusial ini, biar bisa mengedukasi publik, plus bisa ada ruang dan forum diskusi yang kebuka. Jadi kayak, no matter siapa yang kamu dukung, mending nonton dulu ini film with such an open mind and open heart, dan refleksi dah dari situ, maksudnya gitu.

Emang apa aja yang dibahas di situ, coba bahas pelan-pelan.
Ya itu tadi. Soal Mbak Bivitri, Mas Feri, dan Mas Zainal yang nge-spill berbagai kecurangan dalam Pemilu 2024. Kita bahas satu-satu deh ya. Pertama soal ambisi Pilpres satu putaran. Kamu tahu dong berdasarkan ketentuan di Undang-Undang, paslon yang bisa memenangkan Pilpres tuh harus at least mengumpulkan lebih dari 50%+1 suara dan memenangkan suara di at least 20 provinsi. In that sense, data sebaran kemenangan ini penting buat diliat bener-bener, guys.

Maksudnya gimana?
Nah di Dirty Vote, Mas Feri Amsari jelasin soal data sebaran di Pulau Jawa, Sumatra, dan juga Papua. Pulau Jawa tuh jumlah penduduknya tinggi, tapi by provinsi mereka dikit. Cuma 6 provinsi kan. Bandingin sama Sumatra yang jumlah penduduknya lebih rendah tapi ada 10 provinsi di sana. Terus liat lagi hasil Pilpres 2019 di mana either Jokowi dan Prabowo tuh suaranya cukup tersebar di pulau ini, guysThat being said, bayangin kalau suara pendukung Prabowo dan Jokowi digabung, ya bakal mendominasi lah mereka.

Ok terus kecurangannya di mana?
Kecurangannya ada di Pulau Papua, di mana sekarang udah mekar jadi enam provinsi, dan empat provinsi baru di sana langsung bisa ikut Pemilu 2024 (Pls highlight bagian ini). Yang harus kamu tahu adalah, Jokowi tuh di dua kali Pilpres selalu menang di Papua. Tepat di saat Tito Karnavian, yang dinilai sebagai ‘Orangnya Jokowi’, menjabat sebagai Kapolda Papua. Terus sekarang, di saat Pak Tito menjabat sebagai Menteri dalam Negeri, empat provinsi baru ini bisa langsung ikutan Pemilu (beda sama Kalimantan Utara yang kudu nunggu lama). Kalau di dua kali Pilpres Jokowi bisa menang di sini, ya kali ini yang menang ya ‘Penerus Jokowi’ dong :)))).

Speaking of
 Tito Karnavian….
Now, let’s move on to PJ Kepala daerah yang jadi scope of work-nya Tito Karnavian. Kamu harus tahu nih, di Dirty Vote ini, Mas Feri Amsari jelasin bahwa Pj Kepala Daerah yang ditunjuk Presiden berdasarkan rekomendasi Pak Tito ini problematic juga, guys. Iya, gimana ngga problematic, mereka kan ngga dipilih secara pemilu aka jadi gubernur/bupati/walikota hasil giveaway aja gitu. Ujug-ujug ditunjuk Pak Tito dengan alasan masa jabatan kepala daerah sebelumnya udah abis. Nah selain motivasinya yang ngga jelas, proses mekanisme penunjukan para Pj ini juga dinilai maladministrasi, dan mereka juga mostly nunjukkin keberpihakannya terhadap paslon tertentu. Ini di-highlight banget since peran kepala daerah ini kan jadi kuncian ya di wilayah-wilayah itu. Again, data sebaran kemenangan mattersguysWe’re talking about Pilpres Satu Putaran.

Padahal kan harusnya netral ya…..
Ehehehe yang boleh memihak mah presiden dan menteri-menterinya aja, guys. Yep, ada satu lagi pembahasan yang menarik di Dirty Vote ini. Which is soal keberpihakan Presiden Jokowi dan menteri-menterinya, mau itu yang resmi tergabung dalam Timses maupun yang nggak. Parahnya lagi, di film ini dijelasin sejumlah menteri dan wakil menterinya Jokowi yang melakukan ‘kampanye terselubung’ terhadap paslon yang didukung.

Kampanye terselubung?
Let’s say di 01 tuh ada Menteri Tenaga Kerja, Ida Fauziyah. Terus di 02 ada mantennya sendiri alias Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, dan sejumlah menteri pendukungnya kayak Mendag Zulkifli Hasan, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia. Terus di 03 juga ada mantennya eks Menko Polhukam Mahfud MD, terus menteri-menterinya PDI Perjuangan, plus Wamen Parekraf Angela Tanoesoedibjo. Mereka kan sebenarnya boleh-boleh aja kampanye ya. Tapi pertanyaannya, PADA CUTI NGGAK? MASIH PAKE FASILITAS NEGARA NGGAK? Karena temuan di film ini justru kebalikannya, guys. Yang campaign tapi pake akun resmi lembaga lah, yang ngomong dalam kapasitas menteri tapi bawa-bawa paslon lah, yang gitu-gitu.

Hallo
 Bawaslu….
Wait until you hear about: Dalam temuan di film ini, Bawaslu tuh juga problematic. Yep, terus para ahli tadi juga menelusuri: gimana si kok orang-orang ini bisa jadi komisioner Bawaslu? Nah, jawabannya ada pada satu nama, yakni Juri Ardiantoro, Mantan Deputi Kantor Staf Kepresidenan RI yang sebelumnya bertugas jadi Panitia Seleksi anggota Bawaslu. Dicatat, guys. Doi sebelumnya kerja di Kantor Staf Kepresidenan, which berhubungan erat sama Presiden Jokowi. Di Dirty Vote dijelasin tuh bahwa orang-orang yang akhirnya lolos dipilih Juri di Bawalu tuh inkompeten, guys. Contohnya aja ketika nge-handle kasus dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh Gibran Rakabuming di CFD, which is di JAKARTA, Bawaslu RI malah lempar tanggung jawab ke Bawaslu provinsi, terus Bawaslu provinsi malah lempar lagi itu ke pemprov karena katanya bukan aturan pemilu yang dilanggar, tapi PERDA aka peraturan daerah. Terus kayak, Gubernur DKI yaitu Heru Budi adalah orang dekatnya Jokowi jadi kayak??????
 
Jir… nggak bahaya ta? 
Ya bahaya. Karena nggak cuma Bawaslu, KPU sebagai EO-nya Pemilu, juga disebut melakukan berbagai kecurangan. Mulai dari ngelolosin partai-partai yang harusnya nggak lolos verifikasi, melakukan berbagai manipulasi data, terus melanggar berbagai ketentuan kayak keterwakilan perempuan, misalnya. Bahkan, napi mantan koruptor masih bisa dilolosin jadi caleg sama KPU. Ini jadi pertanyaan dong, “WHY? Kenapa?” Nah kalau menurut Mba Bivitri, Mas Feri, dan juga Mas Zainal sih, KPU ‘Tebang Pilih’ di sini. Perkara yang satu dibiarin, tapi perkara yang lain langsung dieksekusi.
 
Kayak gimana tuh?
Kayak dalam hal… ngelolosin partai di pemilu. Contohnya di sini adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang punya basis suara massa umat Islam dan berada di kubu 01. Nah PKS sendiri emang sebelumnya ada konflik internal yang bikin dua petingginya, yakni Fahri Hamzah dan Anis Matta cabut dan bikin partai baru, namanya Partai Gelora. Adapun dari segi administrasi, Partai Gelora ini diketahui ngga memenuhi syarat buat lolos berkompetisi di pemilu guys, karena belum punya kader yang cukup di daerah. Tapi, di dokumenter ini dijelaskan secara gamblang kongkalingkongnya KPU untuk meloloskan Gelora, dengan (dugaan) tujuannya untuk memecah suara pendukung PKS. Secara PKS di 01, Gelora di 02.

Astaghfirulloh Pak Ustaz….

Tapi gongnya bukan di situ, guys. Gongnya tetep perkara pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres yang literally cacat sejak dalam pikiran. Yep, kamu pasti udah khatam lah ya masalah putusan MK yang mengabulkan gugatan, “Nggak papa usianya belum 40 tahun tapi dengan syarat berpengalaman jadi kepala daerah di tingkat kabupaten/kota dan provinsi.”  Sama Dirty Vote ini dibahas habis, guys. Mulai dari prosesnya di MK, prosesnya di MKMK sampai dinyatakan melanggar etik berat, sampai pencalonan Gibran tetap diterima sama KPU, tanpa mengubah peraturannya dulu. Makanya dibilang tebang pilih kan, buat meloloskan Gibran doang. Dokumenter ini juga sampe membahas satu-persatu sikap sembilan hakim MK yang tiba-tibe berubah di last minute setelah ada pertemuan-pertemuan yang super sketchy.


Ya ampun hakim itu padahal wakil Tuhan di bumi loh…
Say that to Anwar Usman. Terus lanjutannya, ada juga bahas soal Bansos, guysTo give you some context nih, belakangan ini, Presiden Jokowi tuh lagi getol banget bagi-bagiin Bansos ya. Anggarannya pun fantastis, sampai hampir nyentuh angka Rp500 T. Sama kayak waktu pandemi Covid-19. Nah sama Mbak Bivitri, hal ini dikulitin abis-abisan, guys di mana di masa Pemilu Bansos tuh kalau menjelang Pemilu pasti melonjak anggarannya. Tapi nggak pernah sampai Rp500 T juga yekan. Tanpa Kementerian Sosial sebagai perantara pula. Apalagi, dengan statament-nya Pak Zulhas dan Pak Airlangga yang bilang Bansos ini dari Jokowi, makanya pilih Prabowo-Gibran. Jadi kayak dipolitisasi gitu kan. Padahal bansos dari APBD. Bukan dari Jokowi. Tajir ugha kan Pak Jokowi bisa bagi-bagi bansos sampe 500T…

I wonder
 reaksi orang-orang soal dokumenter ini sih….
Well, highlight-nya sih ada di TKN Prabowo-Gibran yang sampe bikin konferensi pers untuk menyikapi Dirty Vote ini ygy. Mereka bilang dokumenter ini fitnah. Yep, you heard it right. Disampaikan oleh Wakil Ketua mereka, Habiburokhman, sebagian besar hal yang ada di film ini tuh bernada fitnah, guys. Isinya banyakan narasi kebencian dan nggak ilmiah. Asumtif, argumentatif, dan tendensius katanya. That being said, rakyat diminta buat nggak terhasut sama kebohongan di Dirty Vote, guys.

……
Kalau ada yang bilang fitnah, mantan Wakil Presiden ke-10 dan 12, Jusuf Kalla justru bilangnya, “Yaelah itu mah baru 25 persennya.” Iya, menurut Pak JK, Dirty Vote ini justru baru di surface-nya aja, guys. Mengungkap 25% dari total kecurangan yang terjadi. In that sense, menurut Pak JK ya itu mah belom semuanya, guys. In his words, gini nih dia bilangnya: “Jadi, masih banyak lagi sebenarnya, yang jauh lebih banyak. Mungkin suasananya lebih sopan lah. Masih sopan tapi bagi pihak lain masih (bikin-Red) marah. Apalagi kalau dibuka semuanya.” Lebih jauh soal dugaan fitnah, Pak JK justru nantangin balik ke kubu sebelah kayak, “Fitnahnya sebelah mana? Data tandingannya mana sini coba liat.” Ya karena Dirty Vote ini by data, tandingannya ya harus data juga, kata Pak JK gitu.

Padahal kan tiga-tiganya dibahas….
Nah, kalau dua kubu sisanya, alias tim 01 dan 03 sih ngeliatnya film dokumenter Dirty Vote sebagai hal yang positif ya, guys. Kayak 01 lewat jubir mereka, Iwan Tarigan menyebut dokumenter ini justru bagus supaya publik tahu kalau Pemilu sekarang emang pada curang, culas, dan nggak ada etika. Terus di 03 juga ngeliatnya gitu. TPN Ganjar-Mahfud juga mengapresiasi Dirty Vote. Mereka bahkan ngeliatnya hal ini sebagai pendidikan politik supaya publik tuh pada paham dan melek sama kondisi politik di Indonesia.

Ok now wrap it up
 dulu coba…
Jadi ya intinya gitu, guys. Balik lagi ke tujuan film ini buat bahan refleksi ya, supaya bisa mengedukasi, dan jadi bahan diskusi di ruang-ruang publik. H-1 nih. Masih ada 24 jam buat kamu dan kita semua untuk berpikir mana yang seharusnya kita pilih sebagai pemimpin negara. So, we’ll see you di TPS besok, guys!

Who have been reported to the UN recently?

Presiden Jokowi: Hello, it’s me again.
Iyesss kamu nggak salah denger. Jadi sekitar dua bulan ini, pemerintah Indonesia termasuk di dalamnya ada Presiden Joko Widodo tengah dilaporkan nih sama Human Rights Working Group aka HRWG Indonesia. Kali ini laporannya nggak menuju ke Bawaslu, kepolisian, atau ke KPK ygy. Soalnya dalam kurun waktu dua bulan ini, HRWG Indonesia udah mengirimkan dua laporan langsung ke PBB terkait sisi gelap pembangunan di era Presiden Jokowi.

Hold on, I need some background.
You got it. Jadi buat yang belum tau, HRWG Indonesia ini merupakan lembaga non pemerintahan yang aware banget sama berbagai isu HAM di Indonesia. Nah dalam beberapa bulan ini, mereka tuh lagi intens banget menyusun dua laporan terkait dugaan sisi gelap Joko Widodo selama dua periode menjabat sebagai Presiden Indonesia. Nah ternyata mereka nggak ngerjain ini secara individu, guys
Advertisement
. Kedua laporan ini juga disusun sama gabungan kelompok masyarakat sipil yang terdiri lebih dari 40 lembaga.

Isi laporannya apa tuh?
Well, kita spill satu-satu yah. Pertama mulai dari laporan berjudul ‘The Dark Side of Indonesia’s Development under Joko Widodo’ yang dibuat koalisi masyarakat sipil Indonesia untuk advokasi HAM internasional isu ekonomi, sosial, dan budaya. Nah laporan ini tuh berisi berbagai sisi gelap pembangunan di era Jokowi selama dua periode kepemimpinannya sebagai presiden IndonesiaFYI, laporan ini udah dikirim ke International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights dari 15 Januari kemarin.

Kalo yang kedua soal apa?
Nah kalo tadi soal isu isu ekonomi, sosial, dan budaya, yang kedua ini cenderung lebih ke soal isu sipil dan politik, guys. Jadi laporan berjudul ‘Repressive Developmentalism and Sectarian Populism in Indonesia’ ini berisi dua modus represi pemerintah Indonesia lewat populisme sekretarian dan dalih pembangunan di Indonesia. Sama halnya kayak laporan pertama, laporan kedua ini juga udah dikirim ke Komite Hak-hak Sipil dan Politik PBB pada 5 Februari kemarin.

Give me the details.
You got it. Jadi Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia untuk Advokasi HAM Internasional ada kasih detail nih soal dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan pemerintah dalam situasi pandemi dan pemilu. Yep, mereka ada mention soal pembuatan UU Ciptaker yang mengabaikan daya dukung lingkungan dan masyarakat, revisi UU Minerba yang menguntungkan perusahaan tambang, proyek strategis nasional yang justru mendorong percepatan perusakan lingkungan, sampe pelemahan KPK yang selama ini udah berperan penting buat memberantas korupsi di sektor sumber daya alam.

Banyak ugha yaa…
Wait until you hear about statement Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia untuk Advokasi HAM Internasional soal posisi politiknya tahun ini. Dari press release yang mereka terbitkan pada hari Senin kemarin, koalisi ini terang-terangan menggugat Presiden Jokowi buat mundur dari jabatannya sebagai Presiden karena udah nggak berhasil menjalankan pemerintahan yang adil buat semua. Terus mereka juga menghukum Presiden Jokowi dan koalisinya secara sosial dengan nggak memilih capres-cawapres yang melahirkan politik dinasti dan tuna etika. Last but not least, koalisi ini juga mengajak seluruh masyarakat Indonesia buat bersatu dan melawan korupsi, kolusi, dan nepotisme.

So,
 kapan PBB mau merespon laporan ini?
Nah setelah dapet laporan dari HRWG Indonesia, Komite PBB tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya langsung meeting tuh dan udah netapin tanggal buat melakukan peninjauan terhadap Indonesia pada Selasa dan Rabu pekan depan, guys. Jadi peninjauan ini bakal berlangsung di Jenewa, Swiss dengan diadakan semacam dialog terbuka gitu. Bakal ada perwakilan dari pemerintah Indonesia, pihak HRWG Indonesia, dan Komite PBB pada dialog tersebut.

Kalo yang isu sipil dan politik gimana dong?
Well, sampai sekarang sih masih belum ada statement resmi dari PBB yah soal kelanjutan laporan isu sipil dan politik di Indonesia. Cuma kalo kata pihak HRWG Indonesia sih bilangnya peninjauan ini juga bakal dilangsungkan pada 11 dan 12 Maret 2024. Nah, pemerintah Indonesia wajib buat ikut peninjauan ini karena negara kita udah meratifikasi kovenan internasional tentang hak, ekonomi, sosial, dan budaya. Jadi secara berkala Komite PBB emang bakal menjalani tinjauan berkala buat memastikan negara-negara anggotanya melaksanakan kovenan dengan baik atau nggak.

Got it, anything else I should know?
Anyway, berbagai kelompok hak asasi manusia di Indonesia emang lagi terus coba keep in touch sama update-update perpolitikan di Indonesia. Awal Februari ini, lembaga Amnesty International Indonesia aka AII juga kasih statement kalo pemilu besok bakal jadi momen buat Indonesia buat balik pada pijakan yang kokoh. Secara terus terang, AII juga mengkritik Presiden Jokowi dengan bilang kalo Presiden Jokowi nggak cuma gagal menangani kekejaman di masa lalu, tapi juga mendorong impunitas pada kandidat presiden berikutnya.

Now on, rame-rame Gejayan Memanggil…

Aksi protes mahasiswa Yogyakarta di tengah masa tenang.
Siapa sih yang tenang di masa tenang ini? Engga ada ya. Kamu gundah gulana karena abis nonton Dirty Vote, teman-teman mahasiswa di Universitas Gadjah Mada (UGM) juga resah sama kondisi negara saat ini hingga kemarin, mereka menggelar aksi demonstrasi mahasiswa ‘Gejayan Memanggil’. Yep, setelah sebelumnya para guru besar dan akademisi UGM memelopori kritik terbuka soal kemunduran demokrasi yang terjadi di era pemerintahan Jokowi, sekarang giliran para mahasiswa di Yogyakarta nih yang turun ke jalan buat terus melanjutkan kritik tersebut.

Wait-wait,
 emang boleh demo di masa tenang?
Kenapa nggak boleh? Di Pasal 27 Ayat (4) Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2023 tuh disebutin kalo peserta pemilu dilarang melaksanakan kampanye pemilu dalam bentuk apapun selama masa tenang. Jadi yang dilarang selama hari Minggu sampe hari ini tuh ya kegiatan-kegiatan kampanye aja, guys. Kalo demo, menyuarakan aspirasi, dan mengkritik pemerintah mah masih bisa-bisa aja ygy.

Got it. Btw
Gejayan Memanggil kemarin soal apa deh?
Yah mirip-mirip sama gelombang kritik 20 perguruan tinggi se-Indonesia soal kemunduran demokrasi di era Presiden Jokowi, aksi Gejayan Memanggil kemarin juga memprotes nasib demokrasi Indonesia yang semakin mundur dan berbagai dugaan kecurangan dalam proses pemilu 2024 ini. Yah you can name it lah, drama-drama putusan MK sampe penyaluran bansos emang jadi beberapa hal yang diduga merupakan kecurangan politik yang dilakukan Presiden Jokowi.

Terus kenapa di Gejayan?
Well, emang sih di sekitar Gejayan tuh nggak ada gedung-gedung instansi pemerintah macem kantor Wali Kota, gedung DPRD, atau kantor Gubernur gitu, guys. Yang ada di sana justru semacam sektor perekonomian kayak pasar, toko cat, tempat makan, sampe beberapa bangunan milik kampus-kampus yang ada di Jogja. Cuma tempat ini legend banget dan jadi monumen perlawanan mahasiswa terhadap Presiden Soeharto pada 1998 silam. Terus tempat ini juga jadi lokasi yang dinilai paling strategis di antara kampus-kampus kayak UGM, UNY, UIN, sampe Sanata Dharma, buat kumpul dan ngadain aksi serentak.

So
 gimana aksi kemarin?
Well, aksi kemarin berjalan lancar banget, guys. Massa aksi yang mengatasnamakan diri sebagai Jaringan Penggugat Demokrasi (Jagad) ini awalnya berkumpul di bunderan UGM yang terletak tepat di depan pintu masuk UGM. Sekitar pukul tiga sore, massa kemudian bergerak ke arah timur menuju pertigaan Gejayan di mana titik aksi dipusatkan. Massa aksi Gejayan Memanggil juga pada bawa poster, spanduk, sampe replika guillotine alias alat pancung juga ada.

HAH, siapa yang mau dipancung???
Eh nggak, guys. Alat pancung ini tuh buat aksi teatrikal aja gitu. Jadi di tengah orasi temen-temen mahasiswa, ada aksi teatrikal di mana massa aksi membawa sosok bertopeng Jokowi ke dalam lubang replika guillotine di atas mobil komando. Humas Jagad bernama Sana Ulaili menjelaskan kalo maksud penggunaan replika alat pancung ini ditujukan untuk simbolisasi hukum pancung bagi rezim yang melanggengkan nepotisme, keserakahan, dan patriarki.

But, what do they want?
Jadi massa aksi Jagad membawa total sebelas tuntutan pada aksi Gejayan Memanggil kemarin. Mulai dari revisi UU Pemilu dan partai pemilu oleh badan independen, tuntutan untuk mengadili Presiden Jokowi dan kroni-kroninya, menuntut permintaan maaf dari kaum intelektual dan budayawan yang dukung politik dinasti, menstop politisasi bansos, mencabut UU Ciptaker dan Minerba, memberikan hak menentukan nasib sendiri, menghentikan perampasan tanah, menjalankan pengadilan HAM, pendidikan gratis, dan mengesahkan UU Perlindungan Pembantu Rumah Tangga.

I see…
Terkait aksi ini, banyak pihak juga yang bilang bahwa aksinya ditunggangi kepentingan politik. Hal ini langsung ditampik oleh Mbak Sana secara tegas bilang kalo hal itu nggak mungkin terjadi. In her words, Mbak Sana ada bilang gini, “Kita tidak sedang kampanye 04, kita tidak sedang kampanye 05, tapi kita sedang mengampanyekan saatnya kita kritis, saatnya turun jalan, untuk menghentikan tirani Jokowi, memberikan pengadilan HAM kepada Jokowi, menghukum sekeras-kerasnya Jokowi dan orang-orang yang ada di sekitarnya.”

Ok noted. Anything else?
Kamu perlu tahu nih kalo sehari sebelum dilaksanakannya aksi Gejayan Memanggil, beredar surat dari Kapanewon atau Kecamatan Depok, Sleman yang berisi himbauan masyarakat menggerakan personil jaga warga di setiap mulut-mulut gang di wilayah tersebut. Di dalam surat tersebut tertulis kalo hal ini perlu dilakuin karena ada potensi kerawanan yang bisa menimbulkan risiko ganguan ketertiban di tengah masyarakat. Hal ini ofc disesalkan massa aksi, salah satunya bernama Nugroho Prasetyo yang menilai lewat surat tersebut, mahasiswa seolah musuh masyarakat. Padahal para mahasiswa ini juga mau bersinergi bersama masyarakat dan merupakan bagian dari masyarakat.

When temen u masuk kantor setelah sick leave…..King Charles III can relate.

Guys, kamu tahu dong kalau beberapa waktu lalu, Buckingham Palace tuh mengumumkan kalau Raja Inggris yang sekarang berkuasa, which is the one and only King Charles III, tuh didiagnosa kanker kan. Nggak dijelasin detail sih kanker apa, tapi pokoknya kanker aja. Jadi we expect nggak bakal liat Sang Raja berkegiatan dulu. Ya iyalah, namanya sakit. Fokus pengobatan dulu yekan.
 
Nah, tapi Minggu kemaren nih, Raja Charles III akhirnya muncul lagi di hadapan publik bareng istrinya, Queen Camilla bertempat di gereja St. Mary Magdalene, di wilayah Sandringham, Inggris. Nggak banyak yang terjadi sih di sini. Sang Raja cuma dadah-dadah doang sama paparazi. Tapi ya itu tadi, King Charles sekarang sakit, guys. Tapi Istana Buckingham sih bilangnya dia masih tetap bakal kerja kayak ngurus dokumen, terus audiensi sama Perdana Menteri Rishi Sunak, dll.
 
Tapi kalau tampil di hadapan publik kayak ke acara-acara gitu, ya urusannya Queen Camilla dan anak sulungnya, alias Sang Penerus Tahta, Prince William, guys. Prince Harry juga diketahui kemaren sempat terbang ke Inggris buat jenguk si Papa, kan. Jadi ya gitu deh. Sehat-sehat terus ya, King.

“Iya cukup, cukup,” 

Gitu guys kata hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat kemarin, pas lagi memimpin sidang dugaan korupsi oleh Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan. Jadi dalam sidangnya itu, Bu Karen membantah disebut udah menerima uang miliaran rupiah dalam kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquified natural gas (LNG). Bu Karen menjelaskan bahwa doi hanya menjalankan amanah jabatan, terus kata hakim yaudah cukup, cukupppp nanti ada sesi pembuktiannya lagi di sidang yang berbeda.
 
When your friend is trying to convince to vote for the bad guy…

Announcement


Thanks to Hirir, Ory, Happy Birthday Kim Minju, and Someone for buying us coffee today! 

Mau ikutan nraktir tim Catch Me Up! kopi? Here, here…just click here Dengan mendukung, kamu nggak cuma beliin kopi yang menemani kami nulis, namun kamu juga udah men-support kami untuk terus berkarya dan membuat konten-konten berkualitas yang imparsial dan bebas dari kepentingan. Thank you so much!

Catch Me Up! recommendations

Tomorrow is for 2Vs! Voting and Valentine’s Day. While we’ve already been yapping about tha first, let’s talk about the later
Advertisement