When you gotta speak 100% in Indonesian…
We’re… guilty as charged.
Untungnya sekarang kita nggak lagi di rapat DPR yah, guys. Karena kalau kita yang di sana, most likely kita bakalan ditegur. Sama kayak bos-bos smelter nikel asal China yang ditegur sama Pak Eddy Soeparno, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI waktu Rapat Dengar Pendapat yang digelar di DPR RI Kamis kemarin.
HAH Gimana ceritanya?
It was all started with just a usual, sunny and busy day at Gedung DPR RI Senayan. Nah hari Kamis minggu lalu itu, Komisi VII yang ngurusin soal energi, riset dan teknologi, serta lingkungan hidup emang udah dijadwalkan menggelar rapat dengar pendapat bareng sama pelaksana tugas Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM dan Kementerian Perindustrian. Selain mereka-mereka dari kementerian, diundang juga 20 pimpinan perusahaan smelter nikel untuk bahas soal bisnisnya itu.
Ok, then…
Before the meeting started, Eddy Soeparno yang memimpin rapat kemarin seperti biasa mengabsen dan meminta masing-masing pimpinan perusahaan memperkenalkan diri. Then the “bom” exploded here. Mayoritas bos smelter nikel ini ternyata pada nggak bisa bahasa Indonesia, guys. Ada yang butuh penerjemah, bahkan ada juga yang dengan santai memperkenalkan diri pakai bahasa Inggris dan Mandarin.
What’s wrong with that?
Their languages. Iya, menurut Pak Eddy selaku pimpinan, sidang yang kemaren digelar tuh adalah sidang parlemen resmi di mana semua sidang parlemen dilakukan dalam bahasa Indonesia. Jadi ya gitu, awalnya Pak Eddy coba ngerti dan sabar dengerin salah satu bos smelter nikel ini terbata-bata memperkenalkan diri dengan bahasa asing. Kayak, “Ya udah okay..” gitu kan. Tapi lama-lama jengah juga beliau, gengs.
Terus gimana dong?
Nah masalahnya, interpreter para bos-bos asal China ini masih belom stand by waktu rapat berlangsung, guys. Masih ada di lantai dua, katanya. That being said, presentasi mereka pun jadi harus dilakukan setelah interpreter-nya ready. In his words, Pak Eddy bilangnya gini nih, “Anda harus diwakili oleh seseorang yang dapat berbicara dalam bahasa Indonesia. Kami akan menunggu presentasi Anda jadi harap orang Anda (Re: si interpreter tadi) hadir di ruangan ini.”
Waw! So this is what the public has been talking about?
Absolutely. Social media has become busy dengan beredarnya penggalan video Pak Eddy ngomong begitu, guys. Netizen sepenuhnya mendukung ketegasan Pak Eddy dalam mengatur bos-bos asing, even on their language. So netizens be like, “Setuju banget sama sikap Pak Eddy. Ya namanya u berbisnis di sini, menetap di sini, harus bisa bahasa Indonesia dong. Kita aja kalau ke negara lain harus bisa bahasa negara mereka, either itu China, AS, Arab, etc.” Kurang lebih kayak gitu komentar netizen di media sosial, guys.
Eh, I heard masalah bahasa bukan satu-satunya yang dibahas deh…
You heard it right. Selain masalah bahasa, bapak ibu di Komisi VII kemaren itu juga bete sama bos-bos smelter ini karena banyak yang nggak datang, guys. Dari 20 undangan buat perusahaan yang disebar, cuma 12 diantaranya yang dinyatakan hadir. Meanwhile, enamnya lagi kayak PT Dexin Steel Indonesia, PT Indonesia Tsingshan Stainless, PT Weda Bay Nickel, semuanya pada absen.
Wadaw…
Gimana nggak bete tuh kan? Heheheh. In that sense, Anggota Komisi VII dari Fraksi PKS, Mulyanto, menyebut DPR tuh harus tegas. Karena kalau gini terus keadaannya, yha yang repot kita, katanya gitu. Pak Mulyanto bahkan bilang, “Terus sekarang diundang nggak mau hadir, nggak jelas, marwah kita jatuh, dilecehkan. Kita harus tegas, kalau perlu, kalau nggak mau hadir juga ntar kita turunkan polisi,” ceunah.
Okay. Anything else I should know?
Btw dari tadi ngomongin Komsi VII dan drama bareng mitra-mitranya, sebenarnya kejadian kali ini tuh bukan yang pertama. Kayak yang terjadi di April kemarin aja misalnya. Awalnya biasa aja rapat dengar pendapat Komisi VII bareng Pertamina Hulu Indonesia. Tapi belum sempat Chalid Said selaku dirut perusahaan itu ngomong, udah disuruh keluar dong sama Pak Nasril Bahar, anggota Komisi VII dari Fraksi PAN. Pak Nasril bawa-bawa masalah Pak Chalid yang nggak keliatan batang idungnya waktu kunjungan kerja Komisi VII ke KalImantan Timur Februari kemarin. Dinilai melecehkan, Pak Chalid pun langsung diusir meskipun udah diklarifikasi kalau beliau lagi ada agenda lain sama komisaris. Hmmmm…..