Tuntutan Jaksa Untuk Richard Eliezer & Putri Candrawathi

250

Now, let’s talk about the rest….

Aka Putri Candrawathi dan Richard Eliezer.
We know, we know. We’ve been talking a lot about this case this week, but hey, we’re sure you don’t want to miss one of the most important parts, rite? So, this is it, recap Sidang Tuntutan Jaksa kemarin yang menuntut 12 tahun hukuman penjara untuk Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu dan 8 tahun penjara untuk Putri Candrawathi.

Say that again…
Yes, we repeat. Dalam persidangan dengan agenda pembacaan tuntutan jaksa kemarin banget nih, Jaksa Penuntut Umum aka JPU menuntut hakim menjatuhkan hukuman 12 tahun penjara untuk Bharada Richard Eliezer dan hukuman delapan tahun penjara untuk Putri Candrawathi. Again, we know. Reaksi publik emang heboh banget merespons hal ini, guys. Bahkan, right after jaksa membacakan tuntutan untuk Richard, orang-orang yang hadir di persidangan heboh banget sampai Hakim Wahyu Iman Santoso harus men-skors sidangnya untuk beberapa waktu.

Gimme the whole story…
You got it. First stop, kita mulai dari Putri Candrawathi dulu yah. In this case, jaksa menilai Putri Candrawathi is the one yang merencanakan pembunuhan Brigadir Yosua sejak dari Magelang, Jawa Tengah, gengs. Iya, hal ini bisa disimpulkan dari fakta-fakta persidangan. Kayak perintah PC ke Ricky Rizal buat melucuti senjata Yosua, ngajak Ricky sama Kuat Maruf ke Jakarta, sampai siasat isolasi mandiri di rumah dinas di Duren Tiga itu supaya melancarkan rencana pembunuhan ini, gengs.

Crazy….
That being said, jaksa menilai ada unsur kesengajaan dan unsur dengan rencana lebih dahulu dalam kasus ini, yang ada di dalam pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana, guys. Makanya, Putri Candrawathi dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar pasal 340 juncto 55 ayat (1) KUHP dan yes, kayak yang tadi dibahas, Jaksa Penuntut Umum menuntut Putri Candrawathi untuk dihukum pidana delapan tahun penjara. Nah dari sini, kamu pasti bertanya-tanya kan, “Delapan tahun banget nih? Kenapa nggak seumur hidup kayak suaminya?”

Iya. Why???
Ya karena ada hal yang memberatkan tuntutan dan ada juga yang meringankannya. Dalam hal yang meringankan, Putri Candrawathi disebut hakim belum pernah dihukum dan bersikap sopan selama persidangan. Sementara yang memberatkannya, ya tindakan Putri itu dinilai udah mengakibatkan Yosua Hutabarat kehilangan nyawanya, dan bikin duka yang mendalam buat keluarga Yosua. Not to mention sikapnya yang selalu berbelit-belit dan nggak mengakui perbuatannya.

So what’s next?

Bakalan ada pledoi aka nota pembelaan yang diajukan Putri Chandrawathi minggu depan, sama kayak Kuat Maruf, Ricky Rizal, dan Ferdy Sambo. Sempat minta dua minggu kan waktu persiapan pledoinya, tapi since yang lain semuanya juga satu minggu, then one week it is.  Both pledoi dari pribadi terdakwa, juga pledoi dari penasehat hukumnya. Termasuk berbagai bukti-bukti yang di persidangan kemaren juga nggak sempat disampaikan kemarin, juga bisa disampaikan di pledoi itu.


Now tell me about 
Richard….
Sure. Richard Eliezer Pudihang Lumiu, yang dari awal udah jadi justice collaborator di mana jadi saksi kunci pembongkar skenarionya Sambo, dituntut dengan hukuman 12 tahun penjara, guys. Hal ini of course mengundang respons dari masyarakat dong, nggak terkecuali Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban aka LPSK, “How come Richard Eliezer yang berperan sangat besar dalam pengungkapan kasus ini bisa lebih tinggi hukumannya dari Kuat, Ricky, dan Putri?” Secara menurut Wakil Ketua LPSK, Susilaningtyas, Richard tuh harusnya bisa dapat hukuman paling ringan di antara terdakwa-terdakwa lain, guys
Advertisement
.  Sesuai yang tertuang dalam Pasal 10A UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.


Then how 
bisa 12 tahun??
Karena biar gimanapun, Richard Eliezer emang bertindak sebagai eksekutor yang menembakkan pistolnya ke Yosua, guys. Ini udah memenuhi unsur perbuatan pembunuhan berencana sesuai pasal 340 KUHP juncto pasal 55 ayat (1). Tapi kemudian hal ini jadi concern tersendiri buat kuasa hukumnya. Menurut kuasa hukum Richard, Ronny Talapessy, yang namanya peristiwa pidana tuh nggak bisa berdiri sendiri. Apalagi di persidangan kemaren-kemaren tuh udah di-mention kalau Richard emang nggak bisa mengendalikan, menganalisa, dan menolak perintah itu.

Okay….
Masih dari keterangan Bang Ronny. Hampir seluruh dakwaan atau pun berkas tuntutan yang diperoleh dari keterangannya Richard tuh didukung sama alat bukti lainnya. Ditambah sebagai justice collaborator, Richard tuh dari awal udah konsisten dan kooperatif bekerja sama. Tapi nggak keliatan sama jaksa penuntut umum. Makanya ntar di nota pembelaan, mereka bakalan fokus di pasal 51 ayat 1 KUHP soal perintah jabatan, sekaligus meminta hakim buat mempertimbangkan peran Richard sebagai justice collaborator.

Terus keluarga Brigadir Yosua ada tanggapan nggak?
Ada dong. Terkait tuntutan untuk Putri Candrawathi, pihak keluarga yang diwakili oleh tantenya Yosua, Rohani Simanjuntak, bilangnya keluarga tuh kecewa atas tuntutan jaksa. Lebih lanjut, Rohani bilangnya jaksa nggak maksimal dalam mempertimbangkan fakta-fakta persidangan. Padahal udah jelas PC tuh banyak bohongnya, terlibat pembunuhan berencana, eh malah dituntut delapan tahun. Gitu ceunah.

Terus kalau tuntutannya Richard, reaksi mereka gimana?
Ya mereka kecewa juga, tapi kecewanya karena hukuman buat Richard tuh terlalu berat di mana harusnya bisa lebih rendah dari terdakwa lainnya. Disampaikan oleh tantenya Yosua, Roslin Simanjuntak, Richard tuh dalam keadaan terpaksa, pimpinannya jenderal, ya otomatis dia harus melakukannya. In her words, Roslin bilang, “Ya membunuh memang harus dihukum. Tapi, menurut penilaian kita karena Eliezer sudah bertobat dan mengakui kesalahannya, dan dia membuka bagaimana skenario Sambo harusnya hukumannya lebih rendah dari Putri Candrawathi. Ini hukum di Indonesia. Hukum runcing ke bawah, tumpul ke atas.”

Got it. Anything else I should know? 
Btw kemaren tuh media sosial emang rame banget ngomongin perkara ini, guys. Di mana publik emang merasa tuntutan jaksa penuntut umum tuh nggak tepat dan nggak adil. Menyikapi hal ini, anggota Komisi III DPR RI, Johan Budi menyebut masyarakat tetap kudu menghormati  keputusan ini karena tuntutan jaksa emang udah berdasarkan pertimbangan dari fakta dan kesaksian di persidangan.  Pak Johan sih bilangnya, “Fair atau tidak fair, adil tidak adil, tentu semua punya sudut pandang yang bisa beda. Jadi kalau saya, kita hormati saja proses hukumnya di pengadilan. Hakim nanti yang melihat, kita tunggu bersama saja.”

Just wait and see, everybody!
Advertisement