Gugatan Agar Mekanisme Pemilu Diubah

249

When one day closer to Pemilu means….

One more drama is happening.
Yoi. Ada ada aja deh drama menuju Pemilu. Setelah kemaren ada partai politik yang ngerasa dicurangin KPU, kali ini dramanya udah bukan soal keikutsertaan partai politik lagi, gengs. Tapi soal mekanisme Pemilu itu sendiri, biar diubah dari Sistem Proporsional Terbuka jadi tertutup.

Hold on. I need some background.
Sure. Well, in case you’re still lost somewhere, sekarang kita udah lewatin minggu pertama di tahun 2023, gengs. Meaning, we’re getting closer to our democratic party alias Pesta Demokrasi yang sakral di tanggal 14 Februari 2024 nanti, yaitu Pemilihan Umum. Nah saking sakralnya Pemilu yang diselenggarain lima tahun sekali ini, segala aturan dan mekanisme Pemilihan Umum pun diatur dalam undang-undang, guys. Di sini inti ceritanya, ketika ada satu partai yang diketahui resmi menggugat Undang-Undang Pemilu ini ke Mahkamah Konstitusi supaya mekanisme Pemilu tahun depan diubah.

Diubah gimana?
Jadi sesuai yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, dalam Pasal 168 ayat (2) tuh jelas kalau Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota tuh dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka, kayak yang udah berlangsung sejak 2009 kemarin. Dengan sistem proporsional terbuka, kita tuh milih calon anggota DPR by person, kita coblosnya langsung di nama atau foto dia yang ada di surat suara itu gitu kan. Urusan dia partai apa tuh nomor dua. Nah mekanisme kayak gini yang menurut satu pihak kudu diubah, dari sistem proporsional terbuka jadi tertutup.

Apanya yang tertutup siii?
Kamu jadi nggak bisa lagi milih calon anggota DPR/D by person atau tertuju langsung ke satu orang gitu, guys. Instead, dengan sistem proporsional tertutup, yang bakalan kamu liat dan coblos di surat suara cuman partai politiknya aja. Lebih spesifik, dengan sistem proporsional tertutup, partai politik bakal jadi pihak yang nentuin nomor urut buat setiap calon anggota DPR/D. Nah ntar kalau ternyata itu partai kamu coblos terus menang dapat suara, kayak… Ya udah yang dapet suara partainya. Soal siapa yang duduk di DPR/D dan dapet suara, itu Partai yang nentuin.

Ya ampun….
Makanya sejak kemarin masyarakat +62 rame banget ngomongin soal ini. Ada pro dan kontra lah, di mana masyarakat pada mikirnya “Eh bener lagi mending tertutup aja. Yang penting kan partainya.”  Ada juga yang menolak, “Nggak lah. Kita harus tahu siapa yang kita pilih,” gitu. Nah sini kita kasih gambaran yah, dengan adanya sistem proporsional tertutup, partai politik tuh bakalan kerasa jelas kinerjanya buat masyarakat kayak apa, bakalan lebih mudah juga menilainya. Terus perannya ke Pemilu ini juga lebih gede terutama dalam kaderisasi sistem perwakilan. But at the same time, internal partai politik bakal terancam gontok-gontokan since politik uang dan jual beli nomor urut takutnya kejadian di sini.

Terus terus?

Terus soal kinerja partai politik tadi. Hal ini takutnya nggak dibarengi sama wakil rakyatnya yang aspiratif menampung aspirasi warga. Karena dengan sistem begini, calon yang mau dipilih tuh cenderung nggak kampanye, tapi justru partainya yang kampanye. Hal ini bakal bikin jarak antara pemilih sama calon anggota DPR/D kan. Sementara yang kita tahu wakil rakyat anggota DPR/D tuh berperan besar banget buat setiap kebijakan yang terjadi di negeri ini. Makanya dia kudu bisa mewakili kita, rakyat-rakyatnya.

Advertisement

Now tell me who’s behind this all….
Okay. Now everybody meet, PDI-Perjuangan. Disampaikan langsung oleh Sekretaris Jenderal PDI-Perjuangan, Hasto Kristiyanto, sampai saat ini pihaknya masih kekeuh pengen Pemilu 2024 dengan sistem proporsional tertutup tadi dengan berbagai alasan. Salah satunya adalah karena dengan orang milih calonnya langsung tuh, biaya kampanyenya gede banget. Bahkan bisa sampai puluhan miliar cuman buat jadi anggota dewan. Makanya banyak pengusaha ikutan nyaleg, which kurang representatif aja.

Tapi sebatas omongan doang nggak sih?
Nggak, guys. They really mean it. Go big or go home. Beberapa waktu lalu, beberapa orang termasuk di antaranya politisi PDIP bernama Demas Brian Wicaksono udah mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Nah sekarang masih berproses nih judicial review-nya di MK. Menanggapi hal ini, Ketua DPP PDI Puan Maharani sih bilangnya terserah MK aja mau mutusin gimana. Mereka bakalan ngikut apa pun hasil keputusan MK nanti dan taat sama konstitusi. But here’s the thing, mekanisme pemilu dengan sistem proporsional tertutup ini rupanya ditentang partai lain, guys.


Baru mau tanya reaksi partai lain gimana….
Well, sebanyak delapan partai politik mulai dari Partai Golkar, Partai Demokrat, PPP, PAN, Partai Gerindra, PKB, PKS, dan Partai NasDem tuh udah satu suara mendesak supaya Pemilu besok tetap aja kayak sebelumnya, dengan sistem proporsional terbuka. Mereka juga mendesak Komisi Pemilihan Umum supaya stick to the rules yang sekarang udah berlaku aja. Jangan liat kiri-kanan gitu istilahnya.

Okay….
Meanwhile, si EO-nya Pemilu, Ketua Komisi Pemilihan Umum, Hasyim Asy’ari  bilangnya, “Ya mungkin-mungkin aja sih.” Lebih jauh, Pak Hasyim bilangnya kejadian kayak gini tuh emang karena kondisi kepemiluan sekarang, guys. Bahkan Pak Hasyim juga bilangnya masyarakat siap-siap aja dan update terus sama perkembangannya kalau ntar gugatan ke MK dikabulin. Sementara itu, Wakil Presiden ke-10 dan 12, Jusuf Kalla, yang juga salah satu tokoh di balik sistem proporsional terbuka  menyebut sistem yang ada sekarang tuh udah benar, dan lebih baik dari yang tertutup. Biar setiap calon bisa kampanye secara pribadi dan pemilih juga kenal sama mereka yang dipilih.

Got it. Anything else?
Btw, para pakar dan pengamat politik juga ikutan speak up mengenai isu ini lo, guys. Salah satunya adalah Direktur Eksekutif Inndonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah. Bang Dedi bilangnya PDI Perjuangan tuh ngerasa dia udah kuat banget branding-nya sebagai partai, guys, Beda sama partai lain yang masih butuh suara dari caleg-nya langsung kayak ngandalin artis, pemuka agama, tokoh masyarakat, gitu-gitu. Apalagi buat partai baru yang belum dikenal masyarakat. Makanya PDI Perjuangan ngerasa punya peluang dan partai lain bakalan keok kalo pake sistem tertutup gini.
Advertisement