Hepatitis Akut Misterius Updates, Serangan Bom Granat Pada Pilpres Filipina, WHO : Jumlah Kematian Akibat Covid-19 Lebih Banyak Dari Yang Dilaporkan, Jumlah Waktu Tidur Paling Ideal 7 Jam

303

Good morning!
Well, well, well, what a time to be alive. From the Covid-19 pandemic to global warming to Russia invasion and now, the mysterious hepatitis eyeing our children. With all of these things going on, remember that now more than ever, we just need to be kinder. Check in your long-lost best friends, take care of your elderly, and be considerate. We got this.

Here’s your A to Z updates on: Hepatitis Akut Misterius

Yang bisa berpotensi jadi pandemi.
Iya guys, be careful. Karena belakangan ini, warga global lagi dibuat deg-degan dengan munculnya penyakit hepatitis akut misterius yang menyerang anak-anak. Terus kalo menurut Guru Besar Kesehatan Anak bidang Gastrohepatologi Hanifah Oswari dari IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) ada kemungkinan penyakit ini bakal jadi pandemi.
 
Geeez…. is it Covid-19 2.0?
Hopefully no. Karena masih kata Bu Hanifah, kemungkinan jadi pandeminya itu masih kecil mengingat saat ini kasusnya masih relatif terkendali di sejumlah negara. Tapi ya itu, kalo liat banyaknya negara yang sekaligus melaporkan, maka potensi jadi pandemi itu tetep ada.
 
🙁 Tell me again about this mysterious hepatitis…
Jadi kayak yang kamu udah tahu nih, bahwa hepatitis itu kan penyakit peradangan di hati atau liver yang disebabkan oleh berbagai sebab. Nah biasanya, penyebabnya tuh kayak keseringan minum alkohol, atau adanya infeksi, obat-obatan, autoimun, sama cacing hati. Makanya hepatitis ini umumnya menyerang orang-orang di usia dewasa guys, eh sekarang yang kena malah anak-anak, which is justru biasanya punya imun yang bagus dan ga gampang kena penyakit.
 
Beneran anak-anak aja?
Menurut Prof Hanifah sih, emang sejauh ini laporan yang masuk semuanya pada anak-anak guys, dengan usia maksimal 16 tahun, dan nggak ada yang lebih dari itu. Lebih lanjut, Prof Hanifah bilangnya kebanyakan pasien-pasien hepatitis misterius ini emang usianya rata-rata 10 tahunan dan udah ada di berbagai negara, termasuk Indonesia.
 
Indonesia?
Yep. kamu masih ingat kan akhir April kemarin ada penemuan tiga anak Indonesia yang meninggal yang diduga mengidap hepatitis misterius ini. Nah rupanya, seiring berjalannya waktu, per kemarin Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengkonfirmasi bahwa sejauh ini udah ada 15 anak Indonesia yang diduga mengidap penyakit tersebut. Tapi yha itu tadi, penyebab penyakit ini belum diketahui secara pasti dan sampai sekarang Kemenkes masih koordinasi sama negara-negara lain sih buat cari tahu kebenaran yang sebenarnya.
 
Tell me negara mana aja….
Per 6 Mei lalu, kasus hepatitis parah ini ditemukan pada total 228 anak dari 20 negara di seluruh dunia, dan udah ada empat anak di Indonesia yang meninggal karena diduga terpapar virus ini. Adapun rinciannya adalah tiga kasus kematian anak terjadi di DKI Jakarta dan satu kasus kematian di Tulungagung, Jawa Timur. Selain itu, di Amerika Serikat kasusnya juga tercatat udah mencapai 109 kasus, dengan lima kematian.
 
Fyuh….
Terus sampai saat ini, selain koordinasi sama negara lain, Kemenkes dibantu sama IDAI juga melakukan identifikasi terkait penyakit ini penyebabnya apa, detailnya kayak gimana, dan potensi pandeminya gimana. Nah, Jubir Kemenkes Siti Nadia Tarmidzi bilangnya perubahan status jadi pandemi tuh wewenangnya WHO, dan tentunya masih perlu waktu panjang untuk bisa menyatakan kondisi ini. Selain itu, kalo dibandingin sama Covid-19 ya penularannya juga ngga secepet Covid-19 sih, guys.
 
Got it. Anything else I should know?
FYI, dalam proses identifikasi yang dilakukan Kemenkes barengan sama IDAI, mereka tuh mengidentifikasi pola penyebaran kasusnya kayak gimana, terus penyebabnya apakah dari saluran nafas atau saluran cerna, dll. Para peneliti juga udah menyiapkan protokol diagnosis dan tata laksana para pasien yang diduga mengidap penyakit ini, dengan dilakukannya pemeriksaan fungsi hati mereka, baru deh tuh dievaluasi lagi dari Hepatitis A sampai E dan virus-virus lain yang dicurigai jadi penyebab timbulnya penyakit misterius ini.

Mabuhay Philippines! Now let’s talk about their election…

Here we go! 
Ada update-an terbaru nih dari negara tetangga kita, Filipina yang kemarin banget rakyatnya baru aja pergi ke TPS buat nyoblos aka milih presiden terbaru. Tapi sayang banget, pesta demokrasinya harus ternodai karena ada serangan bom granat yang menyebabkan luka-luka hingga korban jiwa.
 
Tell me more.
OK. Jadi kemarin itu, ada sekitar 66,7 juta warga yang menggunakan hak pilihnya untuk memilih presiden baru dan menggantikan presiden mereka saat ini, Rodrigo Duterte yang udah menjabat selama enam tahun. Dalam kesempatan itu, warga ngga cuma milih presiden, tapi juga milih wakil presiden dan 18ribu posisi lain buat anggota DPR dan DPRD mereka. Pegel banget gatu.
 
WOW.
Nah tapi itu tadi guys, sayangnya pesta demokrasi tersebut harus ternodai karena pas hari H pencoblosan itu, di Buluan, Mindanao Island, terjadi kejadian penembakan yang menyebabkan tiga orang petugas TPS tewas dan satu orang lainnya luka-luka. Terus, ada juga lemparan granat di Datu Unsay. Dari keterangan polisi, ada 5 granat yang diledakkan di salah satu TPS dan bikin 9 orang di sekitaran situ luka-luka.
 
Waduhhhhh…
Belum selesai beb. Beberapa menit setelah ledakan itu, di kota yang nggak jauh dari situ, namanya Kota Shariff Aguak, ada lagi granat yang meledak but luckily nggak ada korban yang terdampak. However, kejadian ini bikin takut para warga yang pengen dateng ke TPS untuk nyoblos karena ternyata kok ga aman brooo.
 
Now tell me who is running for president.. 
Sure. Setelah beberapa waktu lalu ada Perancis yang ngadain Pilpres, nah sekarang giliran Filipina yang menggelar Pemilihan Presiden karena their current president, Rodrigo Duterte udah menjalankan jabatannya for the past six years. Terus sesuai aturan, Duterte nggak boleh lagi nyalonin diri jadi presiden. Nah pada pilpres kali ini, totalnya ada 10 capres guys. Rame kan.
 
Yoi…
Nah dari total 10 capres, ada dua kandidat yang steal the spotlight dan head to head berebutan kursi presiden. Adapun dua kandidat ini yaitu si Wakil Presiden saat ini Leni Robredo sama satu lagi anggota senat Ferdinand Macros Jr aka Bongbong, anaknya dari pemimpin Filipina terdahulu, Ferdinand Marcos. Nah yang menarik guys, the old Marcos ini terkenal sebagai diktator yang diduga melakukan banyak aksi korupsi dan pelanggaran HAM. Terus mereka tuh hidupnya bermewah-mewahan banget di tengah kondisi ekonomi Filipina yang masih fragile.
 
Go on…
Nah karena warga Pinoy waktu itu ga puas banget sama pemerintahannya Marcos, masyarakat kemudian melancarkan People Power Revolution di tahun 1986 dan berhasil menggulingkan Marcos. Mereka sekeluarga kemudian pindah ke Hawaii dan tiga tahun kemudian, old Marcos meninggal. Sedangkan anggota keluarganya yang lain balik lagi ke Filipina pada tahun 1991, tetep tajir, tetep jadi politisi, termasuk Bongbong ini.
 
Wah sejarahnya 11-12 ya sama…
Yhaa ga jauh beda emang. Fyi guys, di Filipina itu pemilihan  presiden dan wakil presiden dipisah guys, gak kayak di kita yang udah pasang-pasangan gitu kan. Meaning, ada banget resiko dua-duanya ngga cocok karena mereka ngga bersama sejak awal. Nah, hal ini yang kejadian sama Presiden incumbent saat ini Rodrigo Duterte dan wapresnya Leni Robredo. Bu Leni inilah yang jadi lawan head to head-nya Bongbong tadi guys…
 
Now tell me about her.
So, Bu Leni ini emang sering banget menentang kebijakannya Duterte yang kontroversial, terutama soal penanganan narkoba yang menewaskan 30 ribu orang selama masa pemerintahannya. Sebagai mantan pengacara yang aktif banget sama isu-isu HAM, doi melihat tindakannya Duterte ini melanggar HAM banget, karena sering terduga pengedar atau pengguna itu langsung ditembak di tempat, tanpa melewati proses pengadilan yang fair.
Advertisement
 Nah dalam kampanyenya, Bu Leni bilang bahwa kalau dia kepilih jadi presiden, pasti cara-cara yang lebih humanis lah yang bakal diterapkan buat menangani orang-orang yang pake narkoboy ini.
 
Terus…
Selain itu, beliau juga memfokuskan message kampanyenya pada penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi Filipina yang ancur-ancuran akibat pandemi. Sebagai wapres, Bu Leni juga udah giat menangani masalah kemiskinan dan pemenuhan hak-hak orang yang terpinggirkan di negaranya. Kayak, pemenuhan gizi, ketahanan pangan, pendidikan, pembangunan desa sampai ke pemberdayaan perempuan.
 
Terus… siapa yang menang?
Nah guys, tadi malem banget nih hasil dari quick count udah keluar dan jeng jeeeng…. Bongbong Marcos Jr most likely bakal menang in a landslide. So far, dia udah mengantongi suara sampe 18 juta dukungan, sedangkan Bu Leni baru mengumpulkan 8,5 juta dukungan. Nah sama kayak di Indonesia juga, proses penghitungan suara ini bisa berjalan berhari-hari sampe hasil legitnya keluar, tapi banyak lembaga hitung cepat yang memprediksi bahwa kemenangan landslide ini udah konsisten ditunjukkan dari hasil suara yang ada.
 
Got it. Anything else I should know?
Ngomong-ngomong soal Pemilu Filipina, dengan sejarah dictatorship yang panjang, emang banyak yang bilang bahwa demokrasinya Filipina itu fragile banget, guys. Hal ini diperburuk dengan preseden serangan kayak tembakan tadi, yang bukan pertama kalinya terjadi. Sebelumnya di tahun 2009, para jurnalis yang ngeliput pemilu juga mengalami kekerasan dengan diserang dan dibantai sama orang-orang bersenjata yang diduga suruhannya salah satu capres saat itu. Insiden ini kemudian menyebabkan total korban berjumlah 58 orang jurnalis.

What’s likely miscalculated?

My THR? No.
Yep, no But Covid-19 deaths.
 
Gimana?
Yep, jadi more than two years into the pandemic, dan berbagai data terkait wabah ini udah mulai banyak terkumpul. Adapun salah satu data yang banyak menarik perhatian adalah jumlah korban meninggal akibat Covid-19 yang sejauh ini jumlahnya adalah sekitar 6,25 juta orang globally. However, meskipun udah sebanyak itu, menurut WHO jumlah kematian sebenarnya tuh jauh lebih banyak dari yang dilaporkan gengs, yaitu bisa mencapai hampir 15 juta korban meninggal.
 
Whoaaa that’s a lot.
Rite. Karena emang banyak negara-negara yang emang sengaja atau ngga sengaja underreporting, atau ngga ngitung jumlah warga yang meninggal karena penyakit lain, tapi jadi ngga tertangani karena nakesnya kewalahan menangani Covid-19. Nah karena itulah, WHO kemudian ngitung ulang angka kematian di berbagai negara pakai metodologi mereka sendiri, yakni dengan menggabungkan data nasional sama model statistik yang bisa aja missed dari data nasional masing-masing negara. Nah hasilnya ini yang bikin heboh karena rupanya, datanya WHO menunjukkan kematian di berbagai negara tuh rupanya jauhhh lebih tinggi daripada yang dilaporkan negara-negara, gengs.
 
Oh iya?
Yep. Di Meksiko misalnya, kalo kata itung-itungan WHO sih, jumlah kasus kematiannya sebenernya lebih banyak dua kali lipat dibanding yang dilaporkan. Begitu juga dengan Mesir yang ternyata setelah di-recheck lagi jumlah kematiannya 12 kali lebih banyak daripada yang dilaporkan, dan kalo Pakistan jumlahnya adalah delapan kali dari data nasional yang mereka laporkan ke WHO.
 
Indonesia gimana?
Di Indonesia sendiri, kondisinya kurang lebih sama kayak negara lain di mana kasus kematiannya setelah dihitung sama WHO tuh rupanya tujuh kali lebih banyak dari yang dilaporkan sama Kemenkes. Nah, merespons hal ini, Jubir Vaksinasi Kemenkes Siti Nadia Tarmidzi bilangnya hal ini yha makes sense aja karena ada kasus kematian yang nggak dilaporkan sama daerah dan akhirnya nggak terjamah sama pemerintah pusat eh terus kebaca sama WHO. Hal ini salah satunya karena stigma masyarakat juga kalau ada yang meninggal karena Covid-19 bisa kena sanksi sosial, dll. Gitu.
 
I see. Anything else?
Nah tapi ternyata, ga semua negara underreporting kok, guys. WHO menyebutkan bahwa Inggris adalah salah satu negara yang melaporkan jumlah kematian yang hampir sama dengan itung-itungannya WHO. Jadi dalam analisanya, WHO menyebut bahwa 149ribu orang lebih dari biasanya telah meninggal gara-gara pandemi, dan jumlah tersebut sama dengan yang dilaporkan pemerintah di negara Ratu Elizabeth itu.

When you sleep for too long or too short…

Either way, it’s not good for your health
Iya guys, jadi ternyata durasi paling cocok untuk kamu bobo tuh ga boleh kelamaan, tapi juga ngga boleh kebentaran. Menurut penelitian terbaru yang di-publish sama jurnal Nature Aging minggu lalu, ditemukan bahwa paling pas tuh kamu bobo selama tujuh jam. Engga kurang, engga lebih. Jadi udah ideal banget itu waktunya. Adapun durasi tidur yang kelebihan maupun kekurangan terbukti secara scientific bisa mengganggu mental health kamu. Selain itu, efek buat kesehatannya juga banyak banget guys, di mana kamu bisa jadi lebih gampang capek, susah fokus, pelupa dan berkurangnya skill menyelesaikan masalah dan decision making yang baik.
 

Nah guys, selain soal durasi bobo, ditemukan juga bahwa kalo kamu punya kualitas tidur yang buruk, misalnya sering kebangun, atau susah tidur, maka kamu juga punya risiko early dementia atau bahkan kematian dini karena penyebab apa pun. Hal ini karena emang kurang tidur bisa mengurangi fungsi kognitif kamu, sehingga kamu jadi lebih prone mengalami berbagai peristiwa yang berisiko kematian dini.

 
Seriously. Get. Enough. Sleep.

“Fokus kerja masing-masing.”

Gitu guys kata Presiden Joko Widodo kemarin, pas bilang bahwa tahapan pemilu 2024 bakal segera dilakukan. Nah secara pemilu dah mau mulai, maka most likely kondisi politik bakal makin panas ni guys, makanya Pak Jokowi minta para menteri supaya fokus kerja aja dan ngerjain tugasnya masing-masing.

When your work bestie already asked you for a lunch break at 11 AM…


Announcement


Thanks to aruman, seseorang, Corry, & Istri Refal Hady for buying us coffee today!

(Mau ikutan nraktir tim Catch Me Up! kopi? Here, here…just click here Dengan mendukung, kamu nggak cuma beliin kopi yang menemani kami nulis, namun kamu juga udah men-support kami untuk terus berkarya dan membuat konten-konten berkualitas yang imparsial dan bebas dari kepentingan. Thank you so much!)

Catch Me Up! recommendations

In case you’re looking for some cute dating idea for the upcoming long weekend… look no further.
Advertisement