Panglima TNI : Keturunan PKI Boleh Jadi Anggota TNI

307

Who’s updating their rules?

Tentara Nasional Indonesia aka TNI.
Yep, yang baru aja ditegaskan sama Panglima TNI Andika Perkasa, bahwa kini keturunan Partai Komunis Indonesia (PKI) boleh jadi anggota TNI.
 
PKI what?
Well, it all comes back to tahun 1965, atau era revolusi. Jadi waktu itu ada kejadian sejarah yang sangat penting, di mana PKI sebagai partai politik yang besar di Indonesia melakukan upaya kudeta dengan menculik dan membunuh tujuh orang jenderal ABRI angkatan darat. Tragedi ini kemudian kita peringati sebagai Hari Pemberontakan 30S/PKI. Since then, PKI jadi organisasi terlarang di Indonesia, dan ideologi komunis, marxis, dan leninisme juga dilarang di tanah air. Terus setelah upaya kudeta itu ngga berhasil, pemerintahan di bawah Pak Harto (waktu itu masih letjen, later on jadi presiden sementara, terus jadi presiden) dan angkatan darat kemudian memburu para mantan simpatisan dan kader PKI, hingga menyebabkan banyak korban.
 
Terus…
Nah seiring dengan berjalannya waktu, ga cuma simpatisannya aja yang diburu, namun keturunan dari simpatisan atau terduga simpatisan ini juga mengalami diskriminasi karena dipandang turunannya PKI. Hal ini terjadi sepanjang pemerintahan Pak Harto yang 30 tahunan lebih itu, dan barulah pas doi turun dari jabatannya, berbagai upaya rekonsiliasi dan pencarian fakta dilakukan. Nah, adapun salah satu jenis diskriminasi yang dialami oleh keturunan PKI ini adalah ga boleh jadi tentara. Dan hal inilah yang akhirnya disudahi oleh Pak Andika tadi gengs.

Kok bisa disudahi?
Well, jadi gini ceritanya. Hari Rabu tanggal 30 kemarin, kan ada Rapat Koordinasi Penerimaan Prajurit TNI Tahun Anggaran 2022. Nah di situ ada beberapa sesi buat paparan membahas mekanisme penerimaan prajurit, mulai dari tes mental ideologi, psikologi, akademik, sampai kesehatan jasmani. Adapun tes yang disorot adalah masalah tes ideologi yang menurut Panglima TNI tuh udah nggak make sense kalau sampai the fact that jadi keturunan PKI jadi penyebab menggugurkan calon prajurit.

Go on…
Jadi tesnya tuh berupa wawancara dengan tema mengenai kejadian di tahun 1965 aka G30S PKI. Adapun pertanyaan dalam wawancaranya adalah tim seleksi pengen tahu gimana pandangan si calon prajurit soal PKI, kayak komunis tuh masih ada atau nggak, terus relevan nggak sama ideologi negara, terus tentang PKI dibubarkan, dan terakhir, kalau ada keturunan PKI yang jadi anggota TNI, menurut si calon prajurit gimana? Nah pertanyaan-pertanyaan ini yang nge-trigger
Advertisement
 Jenderal Andika guys.
 
Emang kenapa?
Karena menurut Pak Andika, pertanyaan-pertanyaan itu, apalagi yang nomor 4, tuh nggak make sense kalau sampai dijadikan indikator buat menggugurkan calon prajurit TNI. Pun kalau emang ada aturan di TAP MPRS no. 25 tahun 1966, nggak diatur kalau keturunan PKI nggak boleh jadi prajurit TNI, tapi cuma ada bahwa ideologinya dilarang. That being said, nggak ada dasar hukum yang legit yang mengatur bahwa keturunan PKI gaboleh jadi tentara. Karenanya kata Pak Andika: Udah kita ikutin aturan undang-undang aja, yang dilarang ideologinya, gaada tuh keturunan-keturunan atau underbow-nya ikutan dilarang.
 
Well, did anyone say anything?
Yep, peneliti Setara Institute Bonar Tigor Naipospos bilang bahwa kebijakan ini tuh oke banget, secara kan emang peristiwa 1965 itu udah 50 tahun yang lalu, jadi turunan PKI-nya juga udah generasi ketiga dan keempat. Jadi yha ga masuk akal dan di luar perikemanusiaan aja kalo para anak muda ini harus tetep menanggung “dosa turunan” dan diperlakukan enggak setara sebagai warga negara. Selain itu, keluarga korban 65 juga menyambut baik keputusan ini dan lega karena aturannya bisa menghapus diskriminasi.
 
I see. Terus terus?
Selain menghapus aturan related to keturunan PKI, aturan lain yang diubah sama Jenderal Andika adalah menghapus tes renang buat calon prajurit TNI. Alasannya, karena itu nggak fair buat orang yang sebelumnya nggak bisa berenang. Terus, Jenderal Andika juga bilang tes akademik tuh dihapus aja. Karena jatuhnya kayak kerja dua kali, toh kan udah ada ijazah kalau daftar, ada transkrip nilai. Yha udah itulah yang jadi nilai akademiknya si calon prajurit.
 
OK. Anything else?
Well, gebrakannya Pak Panglima TNI kemudian mendapat dukungan dari anggota Komisi I DPR RI yang juga mantan anggota TNI, TB Hasanuddin. Beliau menyebut bahwa buat jadi prajurit tuh nggak perlu yang muluk-muluk, yang penting ngikut aturan dari UU Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI. Terus, yang penting setia sama NKRI, udeh.
Advertisement