Kasus Kerangkeng Bupati Langkat Updates

315

Here’s the update on: Eks Bupati Langkat’s case

Catch Me Up!
 
Sure. 
Jadi kamu tentu masih ingat sama kasusnya Bupati Langkat, Sumatera Utara non-aktif, Terbit Perangin Angin. Setelah diringkus KPK beberapa waktu lalu karena dugaan korupsi, KPK barengan sama polisi terus menguak temuan yang bikin mind-blowing tentang manusia yang dikerangkeng di rumah si bupati. Dari situ kasusnya terus bergulir dan udah memasuki babak baru, di mana tersangkanya udah ditetapkan, tapi nggak ditahan.
 
Waduh. Tell me. 
Ok. Jadi ceritanya setelah diringkus KPK melalui Operasi Tangkap Tangan aka OTT, tim KPK barengan sama polisi terus gercep menggeledah rumah pribadinya Si Terbit di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Langkat, Sumatera Utara. Nah, pas di rumah ini tim KPK ketemu sebuah kerangkeng manusia sebanyak dua ruangan yang emang ada manusianya. And they were like, “Waduh, apaan nih? Buat apaan?” Gitu kan.
 
Terus terus? 
Terus KPK lanjut ngejar si Terbit, dan polisi mendalami soal kasus kerangkeng tadi. Diketahui bahwa dari pengakuan orang-orang di dalam kerangkeng itu, mereka bekerja di kebun sawit punyanya Si Terbit. Terus kalau dari versinya polisi, Kapolda Sumatera Utara Irjen Panca Putra Simanjuntak, kerangkeng itu dipakai buat rehabilitasi para pecandu narkoba yang dikelola sendiri sama Terbit. Kerangkengnya sendiri udah ada selama 10 tahunan ini, gengs. Terus udah tuh, Terbitnya diterbangin ke Jakarta, proses hukum buat kasus korupsinya berjalan, dan kasus kerangkeng manusia ini juga berjalan dan sekarang udah memasuki babak baru.
 
Babak baru gimana? 
Sejauh ini, Polda Sumatera Utara masih terus mengumpulkan bukti dan saksi, dan udah menetapkan delapan orang sebagai tersangka, salah satunya adalah anak laki-lakinya Terbit, Dewa Perangin Angin. Mereka-mereka itu dikenai pasal Tindak Pidana Perdagangan Orang plus Pasal 351 KUHP ayat (3) tentang Penganiayaan yang Menyebabkan Kematian.
 
Eh, sampai mati?? 
Iya. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sumatera Utara, Kombes Tatan Dirsan Atmaja bilangnya Dewa terlibat melakukan penganiayaan terhadap seorang penghuni kerangkeng sampai itu orang meninggal dunia. Polisi mengungkapkan total ada tiga korban tewas, yang berinisial SG, ASI, dan UN. Nggak sampe di situ, Dewa juga disebut melakukan penyiksaan ke beberapa penghuni lain di kerangkeng itu sampai menyebabkan cacat fisik, dari jari tangan putus lah,  jari kaki yang dipukul palu sampai terbelah, dll. Dan kekerasan itu nggak cuma dilakukan di dalam kerangkeng, tapi juga di luar kerangkeng.
Advertisement
 
Serem bangettt shizzz… 
Indeed. Terus, selain ada yang meninggal dan cacat fisik, temuan lain yang cukup mind-blowing adalah adanya perbudakan modern yang merendahkan martabat manusia. Temuan ini dikonfirmasi oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban aka LPSK. Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi bilangnya orang-orang di kerangkeng itu bener-bener dipaksa minum air seni mereka sendiri, terus ngunyah cabe setengah kilo terus dilumuri ke wajah dan kemaluan mereka. Saking parahnya, ada lagi tindakan-tindakan lain yang nggak bisa disampaikan di depan umum.
 
SHIZZZZ….  
Tapi nih, dari fakta-fakta yang udah ditemukan, polisi memutuskan untuk nggak menahan tersangka-tersangka itu, guys. Disampaikan oleh Pak Tatan, penyidik mempertimbangkan buat nggak menahan mereka karena dari interogasi awal, mereka udah kooperatif. Terus selalu hadir pas pemeriksaan. Jadinya yha cuman dikenakan wajib lapor aja seminggu sekali ke Polda Sumut.
 
…. Anything else now? 
Ada. Sejak kasus ini menguak ke masyarakat, Migrant Care, sebuah Lembaga yang concern sama isu migran dan tenaga kerja kan langsung bikin laporan ke Komnas HAM kan. Terus setelah diselidiki sama Komnas HAM, ada dugaan orang-orang yang ngurusin kerangkeng ini bukanlah anggota keluarga Terbit sendiri, guys. Ada 29 pelaku totalnya, mulai dari Anggota TNI-Polri (??) dan organisasi massa. Mereka-mereka itu yang dimanfaatkan sebagai alat kontrol dalam kerangkeng. Sampai sekarang, kasus ini masih bergulir di kepolisian.
Advertisement