Platform Misinformasi & Disinformasi Online Di Seluruh Dunia

464

Since YouTube is your best friend…

You’d better be caferul.
Iya ni guys karena ternyata, platfrorm yang jadi best friend kamu selama pandemi itu disebut sebagai salah satu saluran utama buat tersebarnya misinformasi dan disinformasi online di seluruh dunia. Nah loo…
 
Ah masa?
Iya. Ga main-main, hal ini disampaikan oleh gabungan dari 80 fact-checking organisations dari seluruh dunia. Jadi dalam surat terbukanya kemarin yang dialamatkan pada CEO YouTube Susan Wojcicki, grup ini menyebut bahwa mekanisme yang dimiliki YouTube saat ini dalam mencegah tersebarnya misinformasi terbukti “kurang cukup”.
 
Kayak gimana tu…
Well, kan selama ini YouTube udah punya policies sendiri yah buat menangani misinformation, yaitu dengan menerapkan Prinsip 4R yang meliputi: Menghapus konten yang melanggar kebijakan, mengurangi rekomendasi konten beresiko buat muncul di Home, terus kasih credit yang kredibel buat konten yang berisi berita dan informasi, sama kasih reward sama content creator yang terpercaya. Nah tapi, menurut fact-check organisation yang ter diri dari fact-checking team
Advertisement
-nya Washington Post, dan organisasi lain di Asia, Inggris di Eropa, Timur Tengah, dan Afrika ini, langkah-langkah yang diambil YouTube masih belum mempan buat menangkal misinformation yang ada di platform mereka, terutama dalam konten terkait pemilu dan kesehatan.
 
Terus solusi dari mereka gimana? 
Ada beberapa langkah rekomendasi yang di-propose oleh mereka, di antaranya YouTube perlu memperkuat penjelasan context dari konten ada di platform-nya. Terus, YouTube juga direkomendasikan untuk menyediakan translator yang terpercaya biar kalau ada hoaks dalam bahasa selain English tuh bisa langsung ditindak. Selanjutnya, YouTube juga diminta untuk terus membatasi pergerakan content creator yang suka nyebarin hoaks biar mereka nggak bisa me-monetize channel mereka. Jadinya nggak bisa dijadiin cuan, dan diharapkan hasilnya mereka berhenti menyebarkan informasi yang nggak bener lewat konten di YouTube.
 
Serem sih emang hoaks tuh…
Iya guys, apapun bentuknya, penyebaran konten hoaks itu bisa berakibat fatal banget. Contohnya tahun lalu, ada seorang laki-laki dari Inggris yang tewas setelah menolak buat divaksin gara-gara terpengaruh sama konten anti-vaksin yang ada di YouTube. Ada juga yang harus kehilangan istrinya di Florida gara-gara terpengaruh sama konten di Facebook yang bilang pandemi itu cuma hoaks. Nah September tahun lalu, YouTube akhirnya mengeluarkan kebijakan yang bakal nge-takedown semua konten anti-vaksin di platformnya. Tapi teteup aja banyak yang heran kenapa kok lama banget action-nya.
 
Wow, ok. I wonder if YouTube has a say… 
Ada dong. Jubirnya YouTube, Elena Hernandez bilang mereka udah bekerja sama dengan berbagai fact-checker di beberapa negara buat nge-tackle masalah ini. Pengguna YouTube juga udah diarahkan ke konten-konten yang terpercaya dan nggak abal-abal, sehingga konten yang ditampilkan juga reliable. Plus, YouTube juga berkomitmen untuk langsung menghapus konten yang memuat hoaks dan misinformasi. Contohnya aja nih guys, mereka udah menghapus video dari Presiden Brazil Jair Bolsonaro yang memuat hoaks tentang antivax. Yep, walaupun udah kena, Si Jair ini masih ngegampangin COVID-19 dan gamau divaksin guys.
 
Got it. Anything else?
Over the time, concern internasional terhadap penyebaran konten misinformasi emang makin besar. Hal ini diperparah dengan pandemi yang bikin makin banyak orang stay di depan gadgetnya lebih lama. Beberapa platforms kayak Meta, WhatsApp, Twitter dan YouTube tentunya jadi yang paling disorot karena emang mereka merupakan platfrom medsos yang paling banyak digunakan saat ini. Dan so far, platform-platform itu bilang bahwa mereka udah menjalin banyak kerja sama dengan berbagai lembaga fact checking demi mencegah penyebaran hoaks, terutama terkait pandemi. Tapp ya teteup guys, tameng paling kuat ada di kamu aka audience.
Advertisement