PPKS di lingkungan Kampus

624

Your catch up! on… PPKS di lingkungan Kampus. 

What’s that?
Well, everybody meet: Aturan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi yang merupakan Peraturan Mendikbudristek (Permendikbud) No. 30 tahun 2021. PPKS yang baru diterbitkan dan di-acc langsung sama Mas Menteri Nadiem Makarim ini lagi rame-ramenya menuai kontroversi karena dianggap melegalkan zina dan membebaskan seks bebas.

 

Hah gimana? Catch Me Up!
Got it. Jadi tanggal 20 Agustus 2021 kemaren, Mas Nadiem menerbitkan PPKS tersebut untuk menangani kekerasan seksual yang selama ini sering banget terjadi dan luput tertangani oleh pihak kampus. Menurut Plt. Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbudristek Anang tanggal 4 November kemaren, peraturan ini mengatur hal-hal yang sebelumnya gak diatur secara spesifik sehingga menyebabkan kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi selama ini gak ditangani sebagaimana mestinya.

 

Rite. Tell me more about the regulation.
Dalam aturan ini, Mas Nadiem meminta perguruan tinggi untuk melakukan penguatan tata kelola pencegahan kekerasan seksual dengan membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual. Gak cuma itu, perguruan tinggi wajib melakukan penanganan kekerasan seksual melalui mekanisme pendampingan, perlindungan, pengenaan sanksi administratif, dan pemulihan korban. Terkait sanksi, pelaku kekerasan seksual bisa dapet sanksi administratif ringan, sedang, dan berat. Sanksi administratif berat contohnya kayak mengeluarkan mahasiswa atau memberhentikan tenaga pendidik dari jabatannya di kampus.

 

That actually sounds really good…
Yep, tapi kita belum sampe ke part “zina” gengs. Jadi dalam aturan ini adalah frasa “tanpa persetujuan korban” aka CONSENT. Contohnya: turunan di pasal lima yang berbunyi “Memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan Korban”. Terus juga “membuka pakaian Korban tanpa persetujuan Korban”. Ada juga “Menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh Korban tanpa persetujuan Korban”.

 
And these have become controversial because…
Ya kalo tanpa persetujuan korban, artinya kalo setuju gimane? Gpp tu melakukan hal-hal tadi padahal belum ada ikatan pernikahan, misalnya? Nah part inilah yang dinilai banyak pihak melegalkan seks bebas, dan penuh nilai-nilai liberalisme. Menurut Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, A Tholabi Kharlie, sebenernya di Indonesia itu konsep ‘consent’ gaada dalam hal hubungan seksual, tapi lebih ke hubungan pasien sama dokter. Menurutnya juga, “Mengakomodasi konsep consent dalam urusan hubungan seks, itu bertolak belakang dengan kaidah agama, kesusilaan, dan kaidah hukum yang dituangkan antara lain melalui UU Perkawinan.”
 

Nah, karena berbagai alasan inilah, banyak pihak yang meminta supaya part consent tadi diapus atau direvisi. Salah satu seruan datang dari Muhammadiyah yang meminta supaya PPKS tersebut dicabut karena adanya pasal yang dianggap melegalisasi seks bebas di kampus. Terus, Kritik juga datang dari anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PKS Ledia Hanifa. Bu Ledia menilai terbitnya Permendikbud ini gak tepat karena UU yang menjadi dasar hukumnya belum ada.

 

PKS?
Yoi. Selain Bu Ledia, Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Salim Segaf Al-Jufri

Advertisement
 yang bilang kalo PPKS ini menentang nilai Pancasila, norma agama dan budaya. PKS mempersoalkan masalah ‘consent‘ atau ‘persetujuan’ yang termuat di aturan tersebut. Hal ini ni yang dianggap mengarah ke dukungan perzinaan, alias hubungan intim di luar pernikahan yang gapapa alias ‘consent’.

 
Anyone saying… “tapi dengerin dulu penjelasanku!”?

Yaiya dong. Plt Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud-Ristek Nizam mengatakan anggapan-anggapan tersebut timbul karena kesalahpahaman soal persepsi. Menurut Nizam, gak ada satu kata pun dalam PPKS ini yang menunjukkan bahwa Kemendikbudristek memperbolehkan perzinaan. Kata yang di-emphasize oleh Permendikbudristek ini adalah “pencegahan”, bukan “pelegalan”.

 

Anyone on #Weagree team?
Yep. Ada Anggota Komisi X DPR RI Fraksi PDIP Esti Wijayati yang mengatakan bahwa kebijakan yang diterbitkan Mendikbudristek Nadiem Makarim itu sesuatu yang progresif. Langkah yang diambil Mas Nadiem ini juga tentunya udah berdasarkan kajian yang menyeluruh. Esti juga bilang kalo RUU PKS sendiri masih dalam proses perumusan di Badan Legislatif (Baleg) dan masih butuh waktu lama buat diimplementasikan. Makanya ni PPKS ini jadi penting karena rumitnya pengesahan RUU PKS.

 

OK…
Dukungan juga datang dari Kementerian Agama yang langsung gercep untuk meminta Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri (PTKN) untuk segera mengeluarkan Surat Edaran (SE) yang mendukung pemberlakuan Permendikbud tersebut. Dalam keterangan resminya, Pak Meneg bilang, “Kita tidak boleh menutup mata, bahwa kekerasan seksual banyak terjadi di lingkungan pendidikan. Dan kita tidak ingin ini berlangsung terus menerus.”

 
Pemerintah ama DPR aja nie yang komen?

Enggak dong. Ada juga Komnas Perempuan yang melalui siaran persnya pada tanggal 29 Oktober 2021 lalu memberikan dukungan kepada PPKS ini sebagai langkah yang tepat. Menurut KP, PPKS ini menjadi upaya untuk mewujudkan kampus yang aman, sehat, dan nyaman dari berbagai bentuk kekerasan berbasis gender terutama kekerasan seksual. Komnas Perempuan beranggapan lemahnya penanganan kasus di kampus karena pelakunya adalah orang terdekat di lingkungan kampus seperti dosen, mahasiswa ataupun karyawan kampus sehingga turut menyebabkan keengganan korban untuk melapor. Akibat lebih jauh dari situasi ini adalah minimnya akses korban terhadap pemulihan terutama penanganan psikologis korban agar dapat mengikuti kembali proses belajar yang menjadi hak pendidikannya.

 

Anything else?
FYI guys, sepanjang tahun 2015-2020, Komnas Perempuan menerima 27% aduan kasus kekerasan seksual terjadi di perguruan tinggi dari keseluruhan pengaduan yang terjadi di lembaga pendidikan. Data ini diperkuat dengan temuan survei Mendikbud Ristek (2019) bahwa kampus menempati urutan ketiga lokasi terjadinya tindak kekerasan seksual (15%), setelah jalanan (33%) dan transportasi umum (19%). Ngeri aja.

Advertisement