Who’s gonna experience extreme climate events?
Children born in 2020.
Yoi gengs, berita yang kurang enak nih datang lagi dari isu lingkungan kita. Jadi berdasarkan temuan baru para ilmuwan di jurnal Science yang bertajuk “Intergenerational inequities in exposure to climate extremes“, para generasi Alpha (mereka yang lahir di tahun 2010 sampe 2020-an) diprediksi bakal terpapar sama kondisi iklim yang tujuh kali lebih ekstrim ketimbang kakek neneknya yang lahir di tahun 1960-an.
Oh no…
Yep, jadi temuannya menyebutkan kalo anak-anak generasi alpha bakal menghadapi kekeringan sebanyak 2,6 kali lebih parah dari pada mereka yang lahir 60 tahun lalu. Gak cuma itu, anak-anak ini juga bakal menyaksikan kebakaran hutan dua kali lebih parah. Bahkan, heat wave diperkirakan bakal 36 kali lebih parah buat generasi mendatang.
How did they find out?
Jadi, prediksi ini dikembangkan dengan menggunakan model iklim komputer yang melakukan simluasi iklim ekstrim (kayak badai, gelombang panas, kebakaran hutan, dll), terus dikombinasikan dengan harapan hidup sebuah populasi untuk setiap generasi yang hidup dari tahun 1960 hingga 2020. Selain itu, prediksi suhu bumi di masa depan juga dilakukan oleh IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change).
🙁
Lebih jauh, studi ini juga menunjukkan kalo generasi mendatang dari negara-negara berpendapatan rendah kayak negara di wilayah Afrika dan Timur Tengah bakal lebih terdampak daripada mereka yang tinggal di negara lebih maju kayak Eropa dan Asia Tengah.
Loh kok bisa gitu?
Beberapa ilmuwan yang terlibat dalam penelitian ini menyebut bahwa hal ini ada sangkut pautnya dengan implementasi kebijakan Paris Climate Accord yang merupakan komitmen negara-negara anggota PBB untuk mengurangi emisi karbon. Para negara yang lebih maju memiliki pendanaan yang lebih besar dalam menerapkan kebijakan ini dalam jangka panjang ketimbang negara berpendapatan rendah. Jadi, efek global warming-nya juga bisa lebih terkontrol.
Sounds sooo unfair.
Yep, kondisi ini juga memunculkan kondisi generational injustice, di mana sebenernya, generasi yang lebih muda tentunya bertanggungjawab lebih kecil terkait climate change ini, tapi mereka yang menanggung akibat terbesarnya (Hear that, boomers?). Selain itu, dari segi wilayah juga ada ketimpangan, terkait negara kaya dan miskin tadi gengs. Jadi, diprediksi juga bahwa 53 juta anak yang lahir antara tahun 2016 hingga 2020 di Eropa dan Asia Tengah bakal mengalami empat kali lebih banyak bencana alam ekstrim dibandingin para oma-opanya, tapi buat anak-anak yang lahir di tahun yang sama di sub-Sahara Afrika, frekuensinya jadi lebih banyak, yakni 5.7 kali, termasuk 50 kali lebih banyak kejadian heat wave.
Sad 🙁 Anything else?
Nah, pas banget ni gengs laporan ini di-publish sebulan sebelum UN Climate Change Conference 2021 bakal berlangsung. Isu iklim emang lagi jadi fokus utama dalam berbagai pembahasan global, mulai dari G7, G20 hingga UN General Assembly. Para kontributor dalam studi ini berharap supaya studinya bisa semakin mendorong para pemimpin dunia di summit bulan depan supaya melakukan aksi konkret dalam penanggulangan isu krisis iklim, terutama buat generasi mendatang.
Oh, and one more thing.
Speaking of generasi mendatang, aktivis lingkungan muda asal Swedia Greta Thunberg udah bosen banget ni guys, sama wacana-wacana para pemimpin dunia saat ini yang doi nilai banyak janji-janji terkait lingkungan tapi enggak ditepati. Dalam acara Youth Climate Summit di Milan Selasa lalu, Greta nge-roast pidatonya para pemimpin negara termasuk Joe Biden, Emmanuel Macron, hingga Boris Johnson soal lingkungan yang disebutnya boong aje. In her words: “Net zero, blah, blah, blah. Climate neutral, blah, blah, blah. This is all we hear from our so-called leaders — words, words that sound great but so far, has led to no action or hopes and dreams. Empty words and promises.”
We can relate, Greta. We caaaan…