Turki Resmi Keluar dari Perjanjian Internasional yang Mencegah Kekerasan Terhadap Perempuan

408

What’s just become a headline in Turkey?

Domestic violence.
 
Huh? What happened?
Jadi weekend kemarin, Turki di bawah pemerintahan Presiden Racip Tayyip Erdogan udah secara resmi menarik negaranya dari perjanjian internasional yang mencegah kekerasan terhadap perempuan dan di dalam rumah tangga.
 
Whaaaat?
Yeeep, exactly itu juga reaksi dari kaum perempuan di Turki pas tahu bahwa Presiden Erdogan menerbitkan dekrit presiden yang menyatakan keluar dari perjanjian tersebut. But, before we get there…
 
Everybody, meet: Istanbul Convention on Preventing and Combating Violence Against Women and Domestic Violence.
Yep, kayak namanya, konvensi aka perjanjian internasional ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan di dalam rumah tangga. Perjanjian yang diresmikan pada tahun 2012 lalu itu ditandatangani sama 45 negara dan Uni Eropa, dan emang sengaja dibuat untuk mempromosikan kesetaraan gender dan pencegahan kekerasan terhadap perempuan. Istanbul Convention juga merupakan perjanjian internasional pertama yang berfokus pada pencegahan kekerasan pada perempuan, dan dinamai Istanbul Convention karena emang di-ttd di Istanbul, Turki. However, last weekend, Erdogan be like, “Cuy gue mundur yaa dari perjanjiannya. Ga ikutan lagi, bhay.”
 
Uh oh the irony.
We know. Nah terkait kebijakannya ini, Erdogan nggak menjelaskan kenapa kok Turki tiba-tiba mundur. Cuma emang dalam beberapa bulan terakhir, kelompok konservatif di Turki ramai menyerukan bahwa prinsip-prinsip kesetaraan gender dan non-diskriminasi yang terkandung dalam perjanjian ini bisa menghilangkan nilai-nilai tradisional keluarga, meningkatkan angka perceraian, dan mempromosikan homoseksualitas.
Advertisement
 
Well, any words from the government then?
Terkait kebijakan pemerintahannya, Menteri Keluarga dan Kebijakan Sosial Turki Zehra Zumrut Selcuk bilang, bahwa nggak kok, kebijakannya nggak berarti melonggarkan aturan terkait kekerasan rumah tangga atau menghilangkan hak-hak perempuan. Hak perempuan teteup ada, karena itu emang dijamin dalam undang-undang. Gitu katanya.
 
OK. Anything else I should know?
Yhaa tentunya kebijakan kontroversial ini memunculkan aksi protes, khususnya dari kaum perempuan Turki. Menurut data dari organisasi setempat bernama “We will stop Femicide”, disebutkan bahwa angka perempuan yang meninggal karena dibunuh laki-laki masih tinggi. Di tahun 2020, jumlah kasusnya ada 300 kematian, dan di tahun 2019, angkanya ada di 474 kasus. FYI, jumlah ini meningkat dua kali lipat dibanding tahun 2011 lalu. Selain itu, kelompok oposisi juga menyebut bahwa pemerintahannya Erdogan udah gagal melindungi kaum perempuan di negaranya.
Advertisement