Indonesian Corruption Watch: Mahkamah Agung Terlalu Banyak Ngasih Diskon Buat Koruptor

472

Who’s saying “We’re disappointed…”?

My parents? About my life choices?
No, we’re talking about The ICW aka Indonesian Corruption Watch. 
And they’re disappointed about…
Persidangan perkara korupsi. Jadi, berdasarkan pantauan atas persidangan korupsi yang dilakukan ICW sejak tahun 2005, ditemukan bahwa sidang perkara korupsi banyak yang nggak berpihak pada korban, namun justru lebih berpihak pada pelakunya.
 
Kok bisa ICW bilang begitu?
Iya karena dari pantauannya tadi, ditemukan bahwa tren vonis pelaku korupsi itu selalu nggak maksimal, karena hukuman yang dijatuhkan nggak pernah lebih dari tiga tahun penjara. Menurut penggiat ICW Kurnia Ramadhan, hal ini ironis banget, secara, “Di tengah dampak korupsi yang begitu massif menyentuh seluruh sektor kehidupan masyarakat, lembaga kekuasaan kehakiman malah terlihat abai untuk menjerat maksimal pelaku rasuah tersebut,” gitu katanya.
Amen.
Eits, belum guys. Hasil pantauan ICW juga menemukan bahwa Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan tertinggi di Indonesia banyak ngasi diskon buat para terpidana korupsi yang ada di tingkat Peninjauan Kembali (PK). Karenanya, ICW meminta pada Ketua MA Syarifuddin, untuk mengambil tindakan demi menghambat diskon besar-besaran itu.
 
Iya, diskon cukup di 10.10 aja kak.
Setuju. Nah menurut ICW, ada empat langkah dalam konteks persidangan, yang bisa dilakukan supaya pelakunya kapok, yaitu:
  • Dakwaan jaksa penuntut umum harus berorientasi ke aturan yang ngasih hukuman maksimal untuk koruptor.
  • Jaksa dituntut untuk memaksimalkan uji pembuktian supaya mampu meyakinkan Hakim.
  • Advertisement
  • Jaksa diharapkan bisa nyusun rencana penuntutan yang memaksimalkan hukuman bagi terdakwa.
  • Hakim diharapkan bisa memberikan putusan yang menggambarkan nilai keadilan bagi masyarakat aka kita-kita ini selaku korban atas kejahatan korupsi. Caranya ya dengan menghukum maksimal para terdakwa korupsi.
OK. anything else? 
Well, ICW juga mencatat bahwa rata-rata vonis di setiap tingkat pengadilan untuk kasus korupsi itu masih ‘mengecewakan’. Misalnya di tingkat pertama, vonisnya hanya 2 tahun 11 bulan, terus tingkat kedua aka banding, vonisnya hanya 3 tahun 6 bulan, dan pada tingkat tiga aka kasasi atau peninjauan kembali, jumlah hukumannya adalah 4 tahun 8 bulan. Jadi, rata-rata hukuman bagi pelaku korupsi itu sekitar 3 tahun penjara.
 
Wait wait, terus kalo total kerugiannya?
Nah, on the other hand, total kerugian negara yang disebabkan sama koruptor justru tinggi gengs. Pada semester 1 tahun 2020 aja, jumlah kerugiannya mencapai Rp39,2 triliun, namun total pidana tambahan uang pengganti hanya Rp2,3 triliun. Selanjutnya ketika kerugian ini diganti sama hukuman penjara tambahan, hukumannya teteup nggak sebanding karena rata-rata para terpidana ini hanya dipenjara selama satu tahun aja. Selain itu juga, ICW menilai bahwa denda untuk para terdakwa korupsi ini masih belum maksimal.
Advertisement