What’s making headlines in the Philippines?

Please no more corona…
Yep, emang bukan. Tapi soal pimpinan redaksi Rappler, namanya Maria Ressa, yang baru aja divonis bersalah karena disebut melakukan tindakan pencemaran nama baik secara online. Selain Maria, penulis Rappler, Reynaldo Santos, juga dinyatakan bersalah sama pengadilan.
Wait, Rappler is….?
Media independen di Filipina yang terkenal atas kritikannya terhadap pemerintahan Filipina yang lagi menjabat sekarang, yang dipimpin sama Presiden Rodrigo Duterte.
Now back to the case…
Nah jadi kasusnya ini bermula dari berita yang ditulis Rappler pada tahun 2012 lalu tentang hubungan antara seorang pengusaha tajir Filipina, namanya Wilfredo Keng, dengan para hakim top di negara tersebut. Padahal, disebutkan juga bahwa Wilfredo ini ada hubungannya dengan bisnis narkoba dan human trafficking.
Whoaaa…
Nah, lima tahun kemudian, Keng kemudian mengajukan keberatannya atas artikel ini dan melaporkan sang pimred, Maria Ressa, dan penulisnya, Reynaldo Santos, itu dengan tuduhan pencemaran nama baik secara online. Selain itu, keduanya juga dijerat dengan undang-undang siber, padahal artikelnya ditulis empat bulan sebelum undang-undang itu ada.
Lha terus gimana?
Yha kata jaksanya sih, kan di tahun 2014 (which is dua tahun setelah artikelnya di-publish), pihak Rappler ada ngedit typo di artikel itu, jadi tetep kena hukuman karena undang-undang sibernya udah berlaku.
So they will be in prison for…?
Up to six years, atau mereka juga diwajibkan sama pengadilan untuk membayar uang pencemaran nama baik dengan total 400 ribu peso atau sekitar Rp114 juta.
Well, does Ressa have a say about this?
Yep. Menurutnya, preseden ini merupakan momentum penting dalam kehidupan berdemokrasi dan kebebasan pers di Filipina. Dia juga menambahkan kebebasan pers adalah hak dasar bagi tiap warga, dan jangan sampe kebebasan pers ini hilang.
Olrite. Anything else I should know?
Jadi emang meskipun kebebasan pers dijamin di undang-undang, namun hasil penelitian dari lembaga Freedom House menyebut bahwa Filipina merupakan salah satu negara yang paling nggak aman buat jurnalis. Hal ini tentu ada hubungannya dengan kepemimpinan Presiden Duterte yang disebut otoriter dan kerap menggunakan kekuasaannya untuk membungkam jurnalis. FYI, Filipina ada di ranking 136 dari 180 negara yang terdaftar di World Press Freedom Index.
Indonesia? 119. Uhmmmm close enough gak?